THANK' TO ALLAH SWT


اَللّهُمَّ اِنِّي اَعُوْ ذبِكَ مِنَ اْلهَمِّ وَاْلحَزَ نِ وَ اَ عُوْ ذ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوْذ بِكَ مِنَ اْلجُبْنِ واْلبُخْلِ وَأَعُوْذ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّ يْنِ وَ قَهْرِ الرِّ جَالِ

Senin, Maret 31, 2008

SALAM CINTA

Menurut al Qur'an, manusia diciptakan Alloh SWT berpasangan lelaki -perempuan dan kepada mereka dianugerahi perasaan cinta dan kasihsayang, dan sudah menjadi fitrahnya bahwa manusia ingin mencintai dandicintai. Tercapainya kebutuhan cinta itu, jika ditunaikan secarabenar maka hal itu akan membuat manusia merasa tenteram , tenang danbahagia,sebaliknya cinta yang ditunaikan tidak mengikuti prosedur akanmengantar pada penderitaan. Dalam al Qur'an perasaan cinta antar lakiperempuan disebut dengan term mawaddah, rahmah, (Q/30:31)syaghafa,(Q/ 12:30) mail (Q/4:129), dan hubb-mahabbah (Q/12:30). Termyang berbeda-beda itu menunjuk pada rumit, mendalam dan ragamnyacinta. Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas dan mendalamdimana perbedaan karakteristik itu akan membawa implikasi padaperbedaan tingkah laku. Cinta itu sendiri diungkap dalam bahasa Arab dengan tiga kelompokkarakteristik, yaitu (1) apresiatip (ta`dzim), (2) penuh perhatian(ihtimaman) dan (3) cinta (mahabbah). Yang pertama, orang yangdicintai itu menempati kedudukan harimau atau pedang,(yang ditakutidan dikagumi), yang kedua seperti bencana (yang harus diwaspadai) danketiga seperti minuman keras (yang membuat ketagihan). Tiga kelompokkarakteristik itu terkumpul dalam ungkapan mahabbah, orangnya disebuthabib, habibah atau mahbub.

SALAM CINTA

Kamis, Maret 27, 2008

Rabi'ah al-Adawiyah (bagian 2)

Rabi’ah adalah anak keempat dari empat saudara. Semuanya perempuan. Ayahnya menamakan Rabi’ah, yang artinya “empat”, tak lain karena ia merupakan anak keempat dari keempat saudaranya itu. Pernah suatu ketika ayahnya berdoa agar ia dikaruniai seorang anak laki-laki. Keinginan untuk memperoleh anak laki-laki ini disebabkan karena keluarga Rabi’ah bukanlah termasuk keluarga yang kaya raya, tapi sebaliknya hidup serba kekurangan dan penuh penderitaan. Setiap hari ayahnya kerap memeras keringat untuk menghidupi keluarganya, sementara anak-anaknya saat itu masih terbilang kecil-kecil. Apalagi dengan kehadiran Rabi’ah, beban penderitaan ayahnya pun dirasakan semakin bertambah berat, sehingga bila kelak dikaruniai anak laki-laki, diharapkan beban penderitaan itu akan berkurang karena anak laki-laki bisa melindungi seluruh keluarganya. Atau paling tidak bisa membantu ayahnya untuk mencari penghidupan.Sekalipun keluarganya berada dalam kehidupan yang serba kekurangan, namun ayah Rabi’ah selalu hidup zuhud dan penuh kesalehan. Begitu pun Rabi’ah, yang meskipun sejak kecil hingga dewasanya hidup serba kekurangan, namun ia sama sekali tidak menciutkan hatinya untuk terus beribadah kepada Allah. Sebaliknya, kepapaan keluarganya ia jadikan sebagai kunci untuk memasuki dunia sufi, yang kemudian melegendakan namanya sebagai salah seorang martir sufi wanita di antara deretan sejarah para sufi.Rabi’ah memang tidak mewarisi karya-karya sufistik, termasuk sya’ir-sya’ir Cinta Ilahinya yang kerap ia senandungkan. Namun begitu, Sya’ir-sya’ir sufistiknya justru banyak dikutip oleh para penulis biografi Rabi’ah, antara lain J. Shibt Ibnul Jauzi (w. 1257 M) dengan karyanya Mir’at az-Zaman (Cermin Abad Ini), Ibnu Khallikan (w. 1282 M) dengan karyanya Wafayatul A’yan (Obituari Para Orang Besar), Yafi’I asy-Syafi’i (w. 1367 M) dengan karyanya Raudl ar-Riyahin fi Hikayat ash-Shalihin (Kebun Semerbak dalam Kehidupan Para Orang Saleh), dan Fariduddin Aththar (w. 1230 M) dengan karyanya Tadzkirat al-Auliya’ (Memoar Para Wali).Dari sekian banyak penulis biografi Rabi’ah, Tadzkirat al-Awliya’ karya Fariduddin Aththar tampaknya dianggap sebagai buku biografi yang paling mendekati kehidupan Rabi’ah, terutama ketika awal-awal Rabi’ah akan lahir di tengah keluarga yang sangat miskin itu (tapi ada yang menyebutkan bahwa keluarga Rabi’ah sebenarnya termasuk keturunan bangsawan). Riwayat Aththar, yang dikutip Margaret Smith dalam bukunya Rabi’a the Mystic & Her Fellow-Saints in Islam (sebuah disertasi, terbitan Cambridge University Press, London, 1928), antara lain banyak mengungkap sisi-sisi kehidupan Rabi’ah sejak kecil hingga dewasanya.Diceritakan, sewaktu bayi Rabi’ah lahir malam hari, di rumahnya sama sekali tidak ada minyak sebagai bahan untuk penerangan, termasuk kain pembungkus untuk bayi Rabi’ah. Karena tak ada alat penerangan, ibunya lalu meminta sang suami, Ismail, untuk mencari minyak di rumah tetangga. Namun, karena suaminya terlanjur berjanji untuk tidak meminta bantuan pada sesama manusia (kecuali pada Tuhan), Ismail pun terpaksa pulang dengan tangan hampa. Saat Ismail tertidur untuk menunggui putri keempatnya yang baru lahir tersebut, ia kemudian bermimpi didatangi oleh Nabi Muhammad Saw dan bersabda: “Janganlah bersedih hati, sebab anak perempuanmu yang baru lahir ini adalah seorang suci yang agung, yang pengaruhnya akan dianut oleh 7.000 umatku.” Nabi kemudian bersabda lagi: “Besok kirimkan surat kepada Isa Zadzan, Amir kota Basrah, ingatkanlah kepadanya bahwa ia biasanya bershalawat seratus kali untukku dan pada malam Jum’at sebanyak empat ratus kali, tetapi malam Jum’at ini ia melupakanku, dan sebagai hukumannya ia harus membayar denda kepadamu sebanyak empat ratus dinar.”Ayah Rabi’ah kemudian terbangun dan menangis. Tak lama, ia pun menulis surat dan mengirimkannya kepada Amir kota Basrah itu yang dititipkan kepada pembawa surat pemimpin kota itu. Ketika Amir selesai membaca surat itu, ia pun berkata: “Berikan dua ribu dinar ini kepada orang miskin itu sebagai tanda terima kasihku, sebab Nabi telah mengingatkanku untuk memberi empat ratus dinar kepada orang tua itu dan katakanlah kepadanya bahwa aku ingin agar ia menghadapku supaya aku dapat bertemu dengannya. Tetapi aku rasa tidaklah tepat bahwa orang seperti itu harus datang kepadaku, akulah yang akan datang kepadanya dan mengusap penderitaannya dengan janggutku.”Aththar juga menceritakan mengenai nasib malang yang menimpa keluarga Rabi’ah. Saat Rabi’ah menginjak dewasa, ayah dan ibunya kemudian meninggal dunia. Jadilah kini ia sebagai anak yatim piatu. Penderitaan Rabi’ah terus bertambah, terutama setelah kota Basrah dilanda kelaparan hebat. Rabi’ah dan suadara-saudaranya terpaksa harus berpencar, sehingga ia harus menanggung beban penderitaan itu sendirian.Suatu hari, ketika sedang berejalan-jalan di kota Basrah, ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang memiliki niat buruk. Laki-laki itu lalu menarik Rabi’ah dan menjualnya sebagai seorang budak seharga enam dirham kepada seorang laki-laki. Dalam statusnya sebagai budak, Rabi’ah benar-benar diperlakukan kurang manusiawi. Siang malam tenaga Rabi’ah diperas tanpa mengenal istirahat. Suatu ketika, ada seorang laki-laki asing yang datang dan melihat Rabi’ah tanpa mengenakan cadar. Ketika laki-laki itu mendekatinya, Rabi’ah lalu meronta dan kemudian jatuh terpeleset. Mukanya tersungkur di pasir panas dan berkata: “Ya Allah, aku adalah seorang musafir tanpa ayah dan ibu, seorang yatim piatu dan seorang budak. Aku telah terjatuh dan terluka, meskipun demikian aku tidak bersedih hati oleh kejadian ini, hanya aku ingin sekali ridla-Mu. Aku ingin sekali mengetahui apakah Engkau Ridla terhadapku atau tidak.” Setelah itu, ia mendengar suara yang mengatakan, “Janganlah bersedih, sebab pada saat Hari Perhitungan nanti derajatmu akan sama dengan orang-orang yang terdekat dengan Allah di dalam surga.”Setelah itu, Rabi’ah kembali pulang pada tuannya dan tetap menjalankan ibadah puasa sambil melakukan pekerjaannya sehari-hari. Konon, dalam menjalankan ibadah itu, ia sanggup berdiri di atas kakinya hingga siang hari.Pada suatu malam, tuannya sempat terbangun dari tidurnya dan dari jendela kamarnya ia melihat Rabi’ah sedang sujud beribadah. Dalam shalatnya Rabi’ah berdoa, “Ya Allah, ya Tuhanku, Engkau-lah Yang Maha Mengetahui keinginan dalam hatiku untuk selalu menuruti perintah-perintah-Mu. Jika persoalannya hanyalah terletak padaku, maka aku tidak akan henti-hentinya barang satu jam pun untuk beribadah kepada-Mu, ya Allah. Karena Engkau-lah yang telah menciptakanku.” Tatkala Rabi’ah masih khusyuk beribadah, tuannya tampak melihat ada sebuah lentera yang tergantung di atas kepala Rabi’ah tanpa ada sehelai tali pun yang mengikatnya. Lentera yang menyinari seluruh rumah itu merupakan cahaya “sakinah” (diambil dari bahasa Hebrew “Shekina”, artinya cahaya Rahmat Tuhan) dari seorang Muslimah suci.Melihat peristiwa aneh yang terjadi pada budaknya itu, majikan Rabi’ah tentu saja merasa ketakutan. Ia kemudian bangkit dan kembali ke tempat tidurnya semula. Sejenak ia tercenung hingga fajar menyingsing. Tak lama setelah itu ia memanggil Rabi’ah dan bicara kepadanya dengan baik-baik seraya membebaskan Rabi’ah sebagai budak. Rabi’ah pun pamitan pergi dan meneruskan pengembaraannya di padang pasir yang tandus.Dalam pengembaraannya Rabi’ah berkeinginan sekali untuk pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Akhirnya, ia berangkat juga dengan ditemani seekor keledai sebagai pengangkut barang-barangnya. Sayangnya, belum lagi perjalanan ke Mekkah sampai, keledai itu tiba-tiba mati di tengah jalan. Ia kemudian berjumpa dengan serombongan kafilah dan mereka menawarkan kepada Rabi’ah untuk membawakan barang-barang miliknya. Namun, tawaran itu ditolaknya baik-baik dengan alasan tak ingin meminta bantuan kepada bukan selain Tuhannya. Ia hanya percaya pada bantuan Allah dan tidak percaya pada makhluk ciptaan-Nya.

dikutip dari SufiNews

Rabu, Maret 26, 2008

Dawuh Syekh Sholahuddin

Saat itu hari Minggu Legi, tanggal 24 April 2005, bertepatan dengan tanggal 15 Rabiul Awal 1426 H, Syekh Sholahuddin memberikan wejangan dalam bahasa. Dua hal utama yang aku ingat dalam wejangan Beliau adalah :
1. Dzikir yang diajarkan agar dilakukan secara kontinyu sampai nanti yang diingat adalah Allah terus. Sehingga ketika menyadari adanya matahari, maka itu sesungguhnya dari Allah juga. Demikian juga dengan hal yang lain.
2. Beliau mengatakan, “Ojo ngelokno wong liyo. Ngelem iku yo termasuk ngelokno”. Kalau pada poin pertama di atas, aku bisa mencernanya, tetapi untuk yang kedua ini aku perlu waktu agak lama untuk memahaminya. Tidak boleh mencela, tetapi memuji pun termasuk mencela. Wah bagaimana ya penjelasannya. Ternyata setelah aku renungkan, dengan pemahamanku yang sempit ini, kira-kira penjelasannya seperti ini :
a. Tidak boleh mencela karena diri kita pun masih jauh dari sempurna, berarti mencela orang lain mengandung potensi kesombongan diri, merasa diri kita lebih baik dari yang kita cela. Padahal apa yang kita anggap baik pada diri kita dan apa yang kita anggap buruk pada diri orang lain pada hakikatnya Allah juga yang menggerakkan, berarti mencela suatu keburukan sama dengan mencela Allah juga. Nah !!!
b. Kalau alhamdulillah berarti segala puji bagi Allah, segalanya kembali kepada Allah, berarti celaan juga kembali kepada Allah. Mencela Allah lagi !!!
c. Lalu kenapa memuji juga berarti mencela ? Karena hakikinya di saat kita memuji seseorang atau sesuatu berarti saat itu juga ada yang kita rendahkan kita cela secara berkebalikan dari pujian yang kita lontarkan. Kembali ke poin a dan b lagi ternyata.
d. Dzikir yang diajarkan bertalian kuat dalam upaya latihan menata hati agar hati bisa mandiri, bebas merdeka dari tarikan hawa nafsu sehingga harus dilatih juga untuk tidak mencela atau memuji. Contoh sederhana : sebagai seorang laki-laki, siapa sih yang tidak suka kalau melihat perempuan yang cantik ? Tapi sesungguhnya cantik atau tidak hanyalah mata yang menikmati, sehingga adanya perbedaan cantik dan tidak hanyalah ekspresi dari hawa nafsunya mata. Hati mestinya tidak memerlukan cantik atau tidak cantik. Hati harusnya memandang yang ada dibalik kecantikan atau ketidakcantikan itu, yaitu Allah.
Kesimpulannya, menurutku Beliau sedang mengajarkan bagaiman hati harus bersikap, yaitu yang ada di hati harusnya hanya Allah. Sehingga apa pun yang kita lihat, apa pun yang kita rasakan harus haqqul yaqin dari Allah semua. Jadi hati tetap biasa, diam dan tenang. Hati yang ridho menerima apapun juga.

Sabtu, Maret 15, 2008

SHODAQOH

Sebenarnya semua sadaqah adalah baik, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan sasaran shadaqah tersebut. Di antara shadaqah yang utama menurut Islam, sebagai berikut.
(1) Sadaqah Sirriyah. Sadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sadaqah ini sangat utama karena lebih medekati ikhlas dan selamat dari sifat pamer. Allah swt berfirman; Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahan mu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS 2: 271).
Yang perlu kita perhatikan di dalam ayat tersebut, bahwa yang utama untuk disembunyikan terbatas pada sadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Karena banyak jenis sadaqah yang mau tidak mau harus tampak, seperti membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya. Di antara hikmah menyembunyikan sadaqah kepada fakir miskin adalah untuk menutup aib saudara yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah, bahwa dia orang papa yang tak punya sesuatu apa pun. Ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam ihsan terhadap orang fakir.
(2) Sadaqah dalam kondisi sehat. Bersedekah dalam kondisi sehat dan kuat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan tipis harapan kesembuhannya. Rasulullah saw bersabda; Shadaqah yang paling utama adalah engkau bershadaqah ketika dalam keadaan sehat dan bugar, ketika engkau menginginkan kekayaan melimpah dan takut fakir. Maka jangan kau tunda sehingga ketika ruh sampai tenggorokan baru kau katakan, Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian (HR al-Bukhari dan Muslim).
(3) Sadaqah setelah kebutuhan Wajib terpenuhi. Allah swt berfirman; Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, Yang lebih dari keperluan . Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (QS 2: 219). Nabi saw bersabda; Tidak ada shadaqah kecuali setelah kebutuhan (wajib) terpenuhi. Dan dalam riwayat yang lain, Sebaik-baik shadaqah adalah jika kebutuhan yang wajib terpenuhi (Kedua riwayat ada dalam al-Bukhari).
(4) Sadaqah dengan Kemampuan maksimal. Berdasarkan sabda Nabi saw, Sadaqah yang paling utama adalah (infak) maksimal orang yang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. (HR. Abu Dawud). Beliau juga bersabda; Satu dirham telah mengalahkan seratus ribu dirham. Para sahabat bertanya, Bagaimana itu (wahai Rasululullah) . Beliau menjawab, Ada seseorang yang hanya mempunyai dua dirham lalu dia bersedakah dengan salah satu dari dua dirham itu .
Dan ada seseorang yang mendatangi hartanya yang sangat melimpah ruah, lalu mengambil seratus ribu dirham dan bersedekah dengannya (HR an-Nasai, Shahihul Jami`). Al-Imam al-Baghawi ra berkata, Hendaknya seseorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir. Sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala. Sadaqah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manusia.
Rasululllah saw tidak mengingkari Abu Bakar ra. yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Nabi khawatir terhadap selain Abu Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu.
Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar ra dan juga itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin (Syarhus Sunnah).
(5) Menafkahi anak dan istri. Rasulullah saw bersabda; Seseorang apabila menafkahi keluarganya dengan mengharapkan pahalanya maka dia mendapatkan pahala sedekah (HR al-Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda, Ada empat dinar; satu dinar engkau berikan kepada orang miskin, satu dinar engkau berikan untuk memerdekakan budak, satu dinar engkau infakkan fi sabilillah, satu dinar engkau belanjakan untuk keluargamu. Dinar yang paling utama adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu (HR Muslim).

(6) Bersedekah kepada kerabat
Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah ra memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha`. Ketika turun ayat, Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai (QS 3:92). Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa Bairuha` diserahkan kepada beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak beliau. Rasulullah SAW menyarankan agar ia dibagikan kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi tersebut dan membaginya untuk kerabat dan keponakannya (HR al-Bukhari dan Muslim). Nabi saw juga bersabda, Bersedakah kepada orang miskin adalah sedekah (saja), sedangkan jika kepada kerabat maka ada dua (kebaikan), sedekah dan silaturrahmi (HR Ahmad, an-Nasa`i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Secara lebih khusus, setelah menafkahkan keluarga yang menjadi tanggungan, adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok. Pertama, anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, sebagaimana firman Allah swt; (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir (QS 90: 13-16). Kedua, kerabat yang memendam permusuhan, sebagaimana sabda Nabi, Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam permusuhan (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzai, Shahihul jami`).

(7) Bersedekah kepada tetangga. Allah swt berfirman (Q.S.an-Nisa` ayat 36), di antaranya berisikan perintah agar berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh. Dan Nabi juga telah bersabda memberikan wasiat kepada Abu Dzar ra, Jika engkau memasak sop maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu (HR Muslim).
(8) Bersedekah Kepada Teman di Jalan Allah. Rasulullah saw bersabda; Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang untuk keluarganya, dinar yang dinafkahkan seseorang untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang diinfakkan seseorang kepada temannya fi sabilillah Azza wa Jalla (HR Muslim).
(9) Berinfak untuk perjuangan (Jihad) di jalan Allah. Amat banyak firman Allah subhanahu wata`ala yang menjelaskan masalah ini. Di antaranya, Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah (QS 9: 41). Di dalam sebuah hadits, Nabi saw bersabda, Barang siapa mempersiapkan (membekali dan mempersenjatai) seorang yang berperang maka dia telah ikut berperang (HR al-Bukhari dan Muslim). Namun perlu diketahui bahwa bersedekah untuk kepentingan jihad yang utama adalah dalam waktu yang memang dibutuhkan dan mendesak, sebagaimana yang terjadi pada sebagian negri kaum muslimin. Ada pun dalam kondisi mencukupi dan kaum muslimin dalam kemenangan maka itu juga baik akan tetapi tidak seutama dibanding kondisi yang pertama.
(10) Sadaqah Jariyah, yaitu sadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Nabi saw bersabda; Jika manusia meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga hal; sadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaat dan anak salih yang mendoakannya (HR Muslim). Di antara yang termasuk sadaqah jariyah adalah pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Sabtu, Maret 08, 2008

Rabi'ah Al-Adawiyah (bagian 1)

Mengenal Allah dengan Cinta

Suatu ketika, Rabiah al-Adawiyah makan bersama dengan keluarganya. Sebelum menyantap hidangan makanan yang tersedia, Rabi’ah memandang ayahnya seraya berkata, “Ayah, yang haram selamanya tak akan menjadi halal. Apalagi karena ayah merasa berkewajiban memberi nafkah kepada kami.” Ayah dan ibunya terperanjat mendengar kata-kata Rabi’ah. Makanan yang sudah di mulut akhirnya tak jadi dimakan. Ia pandang Rabi’ah dengan pancaran sinar mata yang lembut, penuh kasih. Sambil tersenyum, si ayah lalu berkata, “Rabi’ah, bagaimana pendapatmu, jika tidak ada lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?” Rabi’ah menjawab: “Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.” Ayahnya tentu saja sangat heran mendengar jawaban Rabi’ah, karena jawaban seperti itu hanya didengarnya di majelis-majelis yang dihadiri oleh para sufi atau orang-orang saleh. Tidak terpikir oleh ayahnya, bahwa Rabi’ah yang masih muda itu telah memperlihatkan kematangan pikiran dan memiliki akhlak yang tinggi (Abdul Mu’in Qandil).

Penggalan kisah di atas sebenarnya hanya sebagian saja dari kemuliaan akhlak Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi wanita yang nama dan ajaran-ajarannya telah memberi inspirasi bagi para pecinta Ilahi. Rabi’ah adalah seorang sufi legendaries. Sejarah hidupnya banyak diungkap oleh berbagai kalangan, baik di dunia sufi maupun akademisi. Rabi’ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi). Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai’ir-sya’irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.

Sepanjang sejarahnya, konsep Cinta Ilahi (Mahabbatullah) yang diperkenalkan Rabi’ah ini telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan. Sebab, konsep dan ajaran Cinta Rabi’ah memiliki makna dan hakikat yang terdalam dari sekadar Cinta itu sendiri. Bahkan, menurut kaum sufi, Mahabbatullah tak lain adalah sebuah maqam (stasiun, atau jenjang yang harus dilalui oleh para penempuh jalan Ilahi untuk mencapai ridla Allah dalam beribadah) bahkan puncak dari semua maqam. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali misalnya mengatakan, “Setelah Mahabbatullah, tidak ada lagi maqam, kecuali hanya merupakan buah dari padanya serta mengikuti darinya, seperti rindu (syauq), intim (uns), dan kepuasan hati (ridla)”.

Rabi’ah telah mencapai puncak dari maqam itu, yakni Mahabbahtullah. Untuk menjelaskan bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Allah, tampaknya agak sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata. Dengan kata lain, Cinta Ilahi bukanlah hal yang dapat dielaborasi secara pasti, baik melalui kata-kata maupun simbol-simbol. Para sufi sendiri berbeda-beda pendapat untuk mendefinisikan Cinta Ilahi ini. Sebab, pendefinisian Cinta Ilahi lebih didasarkan kepada perbedaan pengalaman spiritual yang dialami oleh para sufi dalam menempuh perjalanan ruhaninya kepada Sang Khalik. Cinta Rabi’ah adalah Cinta spiritual (Cinta qudus), bukan Cinta al-hubb al-hawa (cinta nafsu) atau Cinta yang lain. Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691-751 H) membagi Cinta menjadi empat bagian.

Pertama, mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah.
Kedua, mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.
Ketiga, Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.
Keempat, Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.

Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.

Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya. Sebuah sya’ir mengatakan:

Aku cemburu kepada-Nya,
Karena aku Cinta kepada-Nya,
Setelah itu aku teringat akan kadar Cintaku,
Akhirnya aku dapat mengendalikan cemburuku

Oleh karena itu, setiap Cinta yang bukan karena Allah adalah bathil. Dan setiap amalan yang tidak dimaksudkan karena Allah adalah bathil pula. Maka dunia itu terkutuk dan apa yang ada di dalamnya juga terkutuk, kecuali untuk Allah dan Rasul-Nya

(Bersambung ...)

dikutip dari sufinews


Rabu, Maret 05, 2008

PESAN-PESAN UNTUK ISTRI - ISTRI

Anas berkata, "Para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jika menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, maka mereka memerintahkan isteri agar berkhidmat kepada suaminya dan memelihara haknya."
Ummu Humaid berkata, "Para wanita Madinah, jika hendak menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, pertama-tama mereka datang kepada 'Aisyah dan memasukkannya di hadapannya, lalu dia meletakkan tangannya di atas kepalanya seraya mendo'a-kannya dan memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah serta memenuhi hak suami"
[1] 'Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib berwasiat kepada puterinya, "Janganlah engkau cemburu, sebab itu adalah kunci perceraian, dan janganlah engkau suka mencela, karena hal itu menimbulkan kemurkaan. Bercelaklah, karena hal itu adalah perhiasan paling indah, dan parfum yang paling baik adalah air."
Abud Darda' berkata kepada isterinya, "Jika engkau melihat-ku marah, maka redakanlah kemarahanku. Jika aku melihatmu marah kepadaku, maka aku meredakanmu. Jika tidak, kita tidak harmonis."
Ambillah pemaafan dariku, maka engkau melanggengkan cintaku.Janganlah engkau berbicara dengan keras sepertiku, ketika aku sedang marah. Janganlah menabuhku (untuk memancing kemarahan) seperti engkau menabuh rebana, sekalipun. Sebab, engkau tidak tahu bagaimana orang yang ditinggal pergi
Janganlah banyak mengeluh sehingga melenyapkan dayaku
Lalu hatiku enggan terhadapmu; sebab hati itu berbolak-balik
Sesungguhnya aku melihat cinta dan kebencian dalam hati
Jika keduanya berhimpun, maka cinta pasti akan pergi
'Amr bin Hajar, Raja Kindah, meminang Ummu Ayyas binti 'Auf. Ketika dia akan dibawa kepada suaminya, ibunya, Umamah binti al-Haris menemui puterinya lalu berpesan kepadanya dengan suatu pesan yang menjelaskan dasar-dasar kehidupan yang bahagia dan kewajibannya kepada suaminya yang patut menjadi undang-undang bagi semua wanita. Ia berpesan:
"Wahai puteriku, engkau berpisah dengan suasana yang darinya engkau keluar, dan engkau beralih pada kehidupan yang di dalamnya engkau naik untuk orang yang lalai dan membantu orang yang berakal. Seandainya wanita tidak membutuhkan suami karena kedua orang tuanya masih cukup dan keduanya sangat membutuh-kanya, niscaya akulah orang yang paling tidak membutuhkannya. Tetapi kaum wanita diciptakan untuk laki-laki, dan karena mereka pula laki-laki diciptakan.
Wahai puteriku, sesungguhnya engkau berpisah dengan suasana yang darinya engkau keluar dan engkau berganti kehidupan, di dalamnya engkau naik kepada keluarga yang belum engkau kenal dan teman yang engkau belum terbiasa dengannya. Ia dengan ke-kuasaannya menjadi pengawas dan raja atasmu, maka jadilah engkau sebagai abdi, niscaya ia menjadi abdimu pula. Peliharalah untuknya 10 perkara, niscaya ini akan menjadi kekayaan bagimu.
Pertama dan kedua, tunduk kepadanya dengan qana'ah (merasa cukup), serta mendengar dan patuh kepadanya.
Ketiga dan keempat, memperhatikan mata dan hidungnya. Jangan sampai matanya melihat suatu keburukan darimu, dan jangan sampai mencium darimu kecuali aroma yang paling harum.
Kelima dan keenam, memperhatikan tidur dan makannya. Karena terlambat makan akan bergejolak dan menggagalkan tidur itu membuat orang marah.
Ketujuh dan kedelapan, menjaga hartanya dan memelihara keluarga dan kerabatnya. Inti perkara berkenaan dengan harta ialah menghargainya dengan baik, sedangkan berkenaan dengan keluarga ialah mengaturnya dengan baik.
Kesembilan dan kesepuluh, jangan menentang perintahnya dan jangan menyebarkan rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi perintahnya, maka hatinya menjadi kesal dan jika engkau menyebar-kan rahasianya, maka engkau tidak merasa aman terhadap pengkhianatannya. Kemudian janganlah engkau bergembira di hadapannya ketika dia bersedih, dan jangan pula bersedih di hadapannya ketika dia bergembir
[ 2] Seseorang menikahkan puterinya dengan keponakannya. Ketika ia hendak membawanya, maka dia berkata kepada ibunya, "Perintahkan kepada puterimu agar tidak singgah di kediaman (suaminya) melainkan dalam keadaan telah mandi. Sebab, air itu dapat mencemerlangkan bagian atas dan membersihkan bagian bawah. Dan janganlah ia terlalu sering mencumbuinya. Sebab jika badan lelah, maka hati menjadi lelah. Jangan pula menghalangi syahwatnya, sebab keharmonisan itu terletak dalam kesesuaian."
Ketika al-Farafishah bin al-Ahash membawa puterinya, Nailah, kepada Amirul Mukminin 'Utsman bin 'Affan Radhitallahu 'anhu, dan beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan ucapannya, "Wahai puteriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini: bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yang terguyur hujan."
Abul Aswad berkata kepada puterinya, "Jangalah engkau cemburu, sebab kecemburuan itu adalah kunci perceraian. Berhiaslah, dan sebaik-baik perhiasan ialah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik-baik wewangian ialah menyempurnakan wudhu.'"
Ummu Ma'ashirah menasihati puterinya dengan nasihat berikut ini yang telah diramunya dengan senyum dan air matanya: "Wahai puteriku, engkau akan memulai kehidupan yang baru… Suatu kehidupan yang tiada tempat di dalamnya untuk ibumu, ayahmu, atau untuk seorang pun dari saudaramu. Engkau akan menjadi teman bagi seorang pria yang tidak ingin ada seorang pun yang menyekutuinya berkenaan denganmu hingga walaupun ia berasal dari daging dan darahmu. Jadilah engkau sebagai isteri, wahai puteriku, dan jadilah engkau sebagai ibu baginya. Jadikanlah ia merasa bahwa engkau adalah segalanya dalam kehidupannya dan segalanya dalam dunianya. Ingatlah selalu bahwa suami itu anak-anak yang besar, jarang sekali kata-kata manis yang membahagia-kannya. Jangan engkau menjadikannya merasa bahwa dengan dia menikahimu, ia telah menghalangimu dari keluargamu.
Perasaan ini sendiri juga dirasakan olehnya. Sebab, dia juga telah meninggalkan rumah kedua orang tuanya dan meninggalkan keluarganya karenamu. Tetapi perbedaan antara dirimu dengannya ialah perbedaan antara wanita dan laki-laki. Wanita selalu rindu kepada keluarganya, kepada rumahnya di mana dia dilahirkan, tumbuh menjadi besar dan belajar. Tetapi dia harus membiasakan dirinya dalam kehidupan yang baru ini. Ia harus mencari hakikat hidupnya bersama pria yang telah menjadi suami dan ayah bagi anak-anaknya. Inilah duniamu yang baru, wahai puteriku. Inilah masa kini dan masa depanmu. Inilah mahligaimu, di mana kalian berdua bersama-sama menciptakannya.
Adapun kedua orang tuamu adalah masa lalu. Aku tidak me-mintamu melupakan ayah dan ibumu serta saudara-saudaramu, karena mereka tidak akan melupakanmu selama-lamanya. Wahai sayangku, bagaimana mungkin ibu akan lupa belahan hatinya? Tetapi aku meminta kepadamu agar engkau mencintai suamimu, mendampingi suamimu, dan engkau bahagia dengan kehidupanmu bersamanya."
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi 'Udzr ad-Du'ali -pada hari-hari pemerintahan 'Umar Radhiyallahu 'anhu- menceraikan wanita-wanita yang dinikahinya. Sehingga muncullah kepadanya beberapa peristiwa yang tidak disukainya berkenaan dengan para wanita tersebut dari hal itu. Ketika dia mengetahui hal itu, maka dia memegang tangan 'Abdullah bin al-Arqam sehingga membawanya ke rumahnya. Kemudian dia berkata kepada isterinya: "Aku memintamu bersumpah demi Allah, apakah engkau benci kepadaku?" Ia menjawab, "Jangan memintaku bersumpah demi Allah." Dia mengatakan, "Aku memintamu bersumpah demi Allah." Ia menjawab, "Ya."
Kemudian dia berkata kepada Ibnul Arqam, "Apakah engkau dengar?" Kemudian keduanya bertolak hingga sampai kepada 'Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu lalu mengatakan, "Kalian mengatakan bahwa aku menzhalimi kaum wanita dan menceraikan mereka. Bertanyalah kepada al-Arqam." Lalu 'Umar bertanya kepadanya dan mengabarkannya. Lalu beliau mengirim utusan kepada isteri Ibnu Abi 'Udzrah (untuk datang kepada 'Umar). Ia pun datang bersama bibinya, lalu 'Umar bertanya, "Engkaukah yang bercerita kepada suamimu bahwa engkau marah kepadanya?" Ia menjawab, "Aku adalah orang yang mula-mula bertaubat dan menelaah kembali perintah Allah kepadaku. Ia memintaku bersumpah dan aku takut berdosa bila berdusta, apakah aku boleh berdusta, wahai Amirul Mukminin?" Dia menjawab, "Ya, berdustalah. Jika salah seorang dari kalian tidak menyukai salah seorang dari kami, janganlah menceritakan hal itu kepadanya. Sebab, jarang sekali rumah yang dibangun di atas dasar cinta, tetapi manusia
hidup dengan Islam dan mencari pahala"[3]
Kepada setiap muslimah yang memenuhi hak-hak suaminya dan takut terhadap murka Rabb-nya karena dia mengetahui hak suaminya atasnya! Inilah contoh sebagian pria yang mensifati isterinya yang tidak mengetahui hak suaminya dan tidak pula memelihara kebaikannya. Ia tidak mempercantik diri dan tidak berdandan untuknya, serta bermulut kasar. Ia mensifatinya dengan sifat yang membuat hati bergetar dan telinga terngiang-ngiang. Camkanlah sehingga engkau tidak jatuh ke tempat yang menggelincirkan ini.

Selasa, Maret 04, 2008

Indahnya Cahaya-Mu



Oleh: Ummu Ghaida Muthmainnah (Teh Ninih)

Sahabat, apa yang terlintas ketika berbicara seputar wanita? banyak hal bukan?, meskipun identiknya dengan makhluk lemah, suka mendramatisir keadaan, rentan rasa, banyak masalah, tapi siapa takut? Tidak apa-apa kita identik dengan kondisi-kondisi tadi sejauh Allah dalam jiwa.
Melihat sifat-sifat wanita yang tadi tampaknya sesama muslimah harus dan senang ditemani, karena muslimah itu rentan yaitu lemah, karena feminimnya, sensitifnya, sehingga buat orang satu hal bukan masalah tapi buat dia bisa jadi sudah nangis bombay, sudah sedih sehingga membuat murung. Kadang karena berlebihannya perasaan seorang muslimah, menjadikan waktu yang sebenarnya berharga dengan keindahan Allah menjadi sirna.
Kalau lagi bete, jutek, sebel, sakit hati, dikecewakan dan dalam menanti si dia yang tak kunjung datang seolah Allah tidak berpihak, sudah tahajjud, shaum senin kamis, shaum daud, kok Allah tidak berpihak juga ya, pernah tidak seperti itu? Nah jadi kita ini bukan saja harus menyadari, namun juga harus bertanya pada diri sendiri, hidup ini buat apa? jawaban yang tepat untuk ibadah bukan? sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyaat:56 yang artinya "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah (ibadah) kepada-Ku".
Kalau begitu tidak ada alasan untuk bersedih, apalagi setelah kita merenungi hadits Rasulullah SAW yang kutipannya seperti ini, bahwa Allah sedang memilih kepada siapa cinta-Nya akan diberikan, kemudian Allah akan menguji hambanya dengan memberi cinta-Nya apabila hambanya dapat sabar dalam cobaannya itu Allah akan memilihnya untuk memberikan cinta-Nya dan apabila dia ikhlas, maka Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dan ridho Allah ada beserta hambanya yang ridho dan ikhlas. Jadi kalau lagi susah hati itu bukan berarti Allah tidak berpihak, kenapa? karena Allah sedang menguji kita dalam keadaan tidak berkenan, tidak enak, tidak menyenangkan, cinta kita kepada Allah harus tetap tinggi. Adanya kesedihan yang muncul, adanya fikiran kondisi tersebut karena Allah tidak berpihak, jangan sampai membuat kita larut didalamnya, kenapa? karena kalau dalam keadaan begitu Allah memanggil kita kemudian wafat, kita bagaimana?
Dalam arti mengapa kita tidak melihat kenikmatan dan kebesaran Allah yang banyak jauh lebih banyak disekeliling kita. Kebiasaan kita hanya fokus pada masalah yang satu itu, padahal Allah sangat mengagungkan kaum perempuan, bahkan Allah telah menyiapkan surga khusus untuk kaum wanita, yaitu surga Allah yang ke lima, yang saat ini sudah dihuni oleh Fatimah az Zahra, Siti Hawa, Siti Asiyah yang walaupun suaminya telah berlaku dzalim padanya Siti Asiyah tetap taat pada suaminya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan akidah sampai Siti Asiyah memohon dalam doanya kepada Allah, "Ya Rabb, jika Engkau tidak memberikan surgaku didunia ini maka berikanlah surga-Mu di akhirat kelak", sehingga terwujudlah sekarang bermukim di surga kelima, pada saat Nabi mi'raj, terlihat di sana Jibril menjelaskan pada Nabi bahwa inilah tempat wanita yang ada di dunia sebagai balasan perilaku baiknya didunia, semua kembali pada kita apakah kita mampu qonaah atau tidak dalam menerima qada dan qadar dari Allah SWT.
Siapa yang wajahnya jutek itu berarti kalbunya tidak sehat, katanya yakin Allah ada, sholatnya rajin, tapi sholatnya, ngajinya, asmaul husnanya tidak menetes ke kalbunya, itu namanya asbun (asal bunyi), dzikirnya kejar setoran, istighfar itu harus tertembak ke yang kita maksud, jadi seorang kalbu muslimah, jika ia kuat tertetes oleh Rabbani nya Allah, apapun yang menyerang dia, dia bertahan untuk bisa meraihnya. Kita harus mampu membaca apa yang diinginkan Allah, bukan yang diinginkan diri supaya kecewa. Bukankah Allah SWT sudah berfirman "….Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".

Hal lain yang tidak jarang membuat kita kecewa karena tidak terwujud kebahagaiaan pada saat yang diharapkann, rentannya seorang muslimah di situ kalau dia terkecewakan dia runtuh sehingga banyak melakukan sensasi-sensasi. Ingatlah permasalahan demi permasalahan tidak akan pernah selesai sampai akhir hayat kita, baik mulai dari tingkat kita sampai ketingkatan ulama sekalipun past akan mengalami jatuh bangun dengan segudang permasalahan pada tingkatannya masing-masing, oleh karena itu betapa penting seorang muslimah untuk senantiasa riyadhoh (latihan) agar kekuatan mentalnya dalam setiap kekecewaan bukan hanya terobati tetapi dapat menjadi kokoh dan tegar dalam bersikap.
Tips untuk menghindari kekecewaan:
Pertama, jangan sekali-sekali menargetkan apa yang kita mau, selalu dalam segala hal harus ada judul didepannya yaitu dengan kata "Insya Allah", Kalau Allah ridho akan keinginan kita mudah-mudahan tercapai, kalau tidak jangan memaksakan karena tidak akan terwujud, senantiasa qonaah dan ikhlas. Kalau banyak keinginan siap-siap untuk kecewa, kalau sudah kecewa susah, menjeritlah hanya kepada Allah, Allah itu bisa menjadi sahabat, sampaikan kepada Allah segala keluh kesah kita, hanya kepada Allah dengan sepenuh keyakinan, kenapa? karena yang membuat rasa itu Allah, yang membuat senang juga Allah. Kita ikhtiar maksimal tetapi Allah yang memutuskan, kalau kalbu kita tertuntun pada saat marah, marahnya tidak akan lama, kata "Insya Allah" ini aplikasi dari sebuah tawakal kepada Allah.
Kedua, harus haqul yakin kepada Allah, contoh sudah taaruf, sudah menentukan hari pernikahan, tiba-tiba ada sesuatu hal yang menyebabkan batalnya pernikahan itu, kita harus membacanya sebagai pertolongan Allah.
Ketiga, kita harus pasrah, tawakal kepada Allah,.berpikir positif terus sehingga menuju cahaya Allah, kalau tujuannya sebatas mendapatkan seseorang, tentu akan berakhir setelah di dapat, kalau tidak dapat kecewa, tapi kalau tujuannya menuju cahaya Allah bisa dipastikan tidak akan ada kekecewaan karena itulah tujuan sesungguhnya dan tujuan sebenarnya, kalau hal ini sudah hadir di hati luar biasa indahnya.

Segala puji bagi Allah, karena kebesaran-Nya kita bisa menghujamkan pinta seorang hamba ini ke dalam kalbu kita, Insya Allah bermanfaat.
"Allahu Rabbi, aku minta izin bila suatu saat aku jatuh cinta, jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang, hingga membuat lalai akan adanya Engkau. Allahu Rabbi, aku punya pinta bila suatu saat aku jatuh cinta, penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas biar rasaku pada-Mu tetap utuh. Allahu Rabbi, izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan kasih-Mu dan membuat semakin mengagumi-Mu".

"Allahu Rabbi, bila suatu saat aku jatuh cinta, pertemukanlah kami, berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu, Allahu Rabbi, pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh cinta jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku anugerahkanlah aku cinta-Mu, cinta yang tak pernah pupus oleh waktu".

Sahabat yang dimuliakan Allah, Rabi'ah al Adawiyah, hanya merindukan Allah selama hidupnya, Rasulullah berkata, jika ada seseorang yang datang bermaksud meminangmu, maka bukan ummatku kalau tidak mengikuti sunnahku, tapi bagi yang tidak berkesempatan jangan pernah khawatir karena sudah pasti Allah mempunyai rahasia dibalik semuanya.
Kalbu seorang muslimah langkahnya bisa berkata tanpa berkata, perilakunya bisa dibaca oleh orang lain, indah kalbunya indah pula kata-katanya, atau justru sebaliknya, maka jika ingin hidup ini indah jadikanlah cahaya Allah sebagai tujuan kita, karena Allah begitu indah dan keindahannya akan terbiasa kepada kita jika Dia menghendaki.. Wallahualam bishawab.

MUSLIMAH YANG IKHLAS

Penulis: Ummu Habibah
Muroja’ah: Ustadz Abu Salman


Saudariku muslimah ketahuilah bahwa engkau dan manusia seluruhnya di muka bumi ini diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah, demikian pula tujuan jin diciptakan tidak lain adalah untuk meyembah Allah.
Allah berfirman,
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu (yaitu mengesaknKu) .”(Adz Dzariyat 56)
Ibadah dilakukan oleh seorang muslimah karena kebutuhannya terhadap Allah sebagai tempat sandaran hati dan jiwa, sekaligus tempat memohon pertolongan dan perlindungan. Dan ketahuilah saudariku bahwa ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal seorang muslimah, di samping dia harus mencontoh gerak dan ucapan Rasulullah sholallahu alaihi wassalam dalam ibadahnya.
“Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan dien (agama) kepadaNya, dengan mentauhidknnya.”(Al Bayyinah 5)
Ikhlas adalah meniatkan ibadah seorang muslimah hanya untuk mengharap keridhoan dan wajah Allah semata dan tidak menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadah tersebut.
Ibadah yang dilakukan untuk selain Allah atau menjadikan sekutu bagi Allah sebagai tujuan ibadah ketika sedang beribadah kepada Allah adalah syirik dan ibadah yang dilakukan dengan niat yang demikian tidak akan diterima oleh Allah. Misalnya menyembah berhala di samping menyembah Allah atau dengan ibadah kita mengharapkan pujian, harta, kedudukan dunia, dan lain-lain. Syirik merusak kejernihan ibadah dan menghilangkan keikhlasan dan pahalanya.
Abu Umamah meriwayatkan, seseorang telah menemui Rasulullah sholallahu alaihi wassalam dan bertanya, “Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian? Apakah ia mendapatkan pahala?”
Rasululllah sholallahu alaihi wassalam menjawab, Ia tidak mendapatkan apa-apa.
Orang tadi mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali, dan Rasululllah sholallahu alaihi wassalam pun tetap menjawab, Ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Lalu beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karenaNya dan mengharap wajahNya.”(HR. Abu Dawud dan Nasai)
Ketahuilah saudariku bahwa ikhlas bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ikhlas adalah membersihkan hati dari segala kotoran, sedikit atau pun banyak sehingga tujuan ibadah adalah murni karena Allah.
Ikhlas hanya akan datang dari seorang muslimah yang mencintai Allah dan menjadikan Allah sebagi satu-satunya sandaran dan harapan. Namun kebanyakan wanita pada zaman sekarang mudah tergoda dengan gemerlap dunia dan mengikuti keinginan nafsunya. Padahal nafsu akan mendorong seorang muslimah untuk lalai berbuat ketaatan dan tenggelam dalam kemaksiatan, yang akhirnya akan menjerumuskan dia pada palung kehancuran di dunia dan jurang neraka kelak di akhirat.
Oleh karena itu, hampir tidak ada ibadah yang dilakukan seorang muslimah bisa benar-benar bersih dari harapan-harapan dunia. Namun ini bukanlah alasan untuk tidak memperhatikan keikhlasan. Ingatlah bahwa Allah sentiasa menyayangi hambaNya, selalu memberikan rahmat kepada hambaNya dan senang jika hambaNya kembali padaNya. Allah senatiasa menolong seorang muslimah yang berusaha mencari keridhoan dan wajahNya.
Tetaplah berusaha dan berlatih untuk menjadi orang yang ikhlas. Salah satu cara untuk ikhlas adalah menghilangkan ketamakan terhadap dunia dan berusaha agar hati selalu terfokus kepada janji Allah, bahwa Allah akan memberikan balasan berupa kenikmatan abadi di surga dan menjauhkan kita dari neraka. Selain itu, berusaha menyembunyikan amalan kebaikan dan ibadah agar tidak menarik perhatianmu untuk dilihat dan didengar orang, sehingga mereka memujimu. Belajarlah dari generasi terdahulu yang berusaha ikhlas agar mendapatkan ridho Allah.
Dahulu ada penduduk Madinah yang mendapatkan sedekah misterius, hingga akhirnya sedekah itu berhenti bertepatan dengan sepeninggalnya Ali bin Al Husain. Orang-orang yang yang memandikan beliau tiba-tiba melihat bekas-bekas menghitam di punggung beliau, dan bertanya, “Apa ini?”Sebagian mereka menjawab, “Beliau biasa memanggul karung gandum di waktu malam untuk dibagikan kepada orang-orang fakir di Madinah”. Akhirnya mereka pun tahu siapa yang selama ini suka memberi sedekah kepada mereka. Ketika hidupnya, Ali bin Husain pernah berkata, “Sesungguhnya sedekah yang dilakukan diam-diam dapat memadamkan kemurkaan AllaH”.
Janganlah engkau menjadi orang-orang yang meremehkan keikhlasan dan lalai darinya. Kelak pad hari kiamat orang-orang yang lalai akan mendapati kebaikan-kebaikan mereka telah berubah menjadi keburukan. Ibadah mereka tidak diterima Allah, sedang mereka juga mendapat balasan berupa api neraka dosa syirik mereka kepada Allah.
Allah berfirman,
“Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi azab mereka dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.”(Az Zumar 47-48)
“Katakanlah, Maukah kami kabarkan tentang orang yang paling merugi amalan mereka? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia usaha mereka di dunia, sedang mereka menyangka telah mengerjakan sebaik-baiknya.” (Al Kahfi 103-104)
Saudariku muslimah bersabarlah dalam belajar ikhlas. Palingkan wajahmu dari pujian manusia dan gemerlap dunia. Sesungguhnya dunia ini fana dan akan hancur, maka sia-sia ibadah yang engkau lakukan untuk dunia. Sedangkan akhirat adalah kekal, kenikmatannya juga siksanya. Bersabarlah di dunia yang hanya sebentar, karena engkau tidak akan mampu bersabar dengan siksa api neraka walau hanya sebentar.
Maraji: Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf, Tazkiyatun Nufus

SIAPAKAN YANG UKHTI PILIH?



Penyusun: Ummu Ibrohim (Bulletin Zuhairoh)
Muroja'ah: Ust. Aris Munandar


Menikah, satu kata ini akan menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi pemuda ataupun pemudi yang sudah mencapai usia remaja. Remaja yang sudah mulai memiliki rasa tertarik dengan lawan jenisnya, akan memperhatikan pasangan yang diimpikan menjadi pasangan hidupnya. Sejenak waktu, hatinya akan merenda mimpi, membayangkan masa depan yang indah bersamanya.
Saudariku muslimah yang dirahmati Allah, tentu kita semua menginginkan pasangan hidup yang dapat menjadi teman dalam suka dan duka, bersama dengannya membangun rumah tangga yang bahagia, sampai menapaki usia senja, bahkan menjadi pasangan di akhirat kelak. Tentu kita tidak ingin bahtera tumah tangga yang sudah terlanjur kita arungi bersama laki-laki yang menjadi pilihan kita kandas di tengah perjalanan, karena tentu ini akan sangat menyakitkan, menimbulkan luka mendalam yang mungkin sangat sulit disembuhkan, baik luka bagi kita maupun bagi buah hati yang mungkin sudah ada. Lagipula, kita mengetahui bahwa Allah Ta’ala, Robb sekaligus Illah kita satu-satunya sangat membenci perceraian, meskipun hal itu diperbolehkan jika memang keduanya merasa berat. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah slogan yang biasa dipakai untuk masalah kesehatan. Dan untuk masalah kita ini, yang tentunya jauh lebih urgen dari masalah kesehatan tentu lebih layak bagi kita untuk memakai
slogan ini, agar kita tidak menyesal di tengah jalan.
Saudariku muslimah, sekarang banyak kita jumpai fenomena yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan hati. Banyak dari saudari-saudari kita yang terpesona dengan kehidupan dunia, sehingga timbul predikat ”cewek matre”, yaitu bagi mereka yang menyukai laki-laki karena uangnya. Ada juga diantara saudari kita yang memilih laki-laki hanya karena fisiknya saja. Ada juga diantara mereka yang menyukai laki-laki hanya karena kepintarannya saja, padahal belum tentu kepintarannya itu akan menyelamatkannya, mungkin justru wanita itu yang akan dibodohi.
Sebenarnya tidak mengapa kita menetapkan kriteria - kriteria tersebut untuk calon pasangan kita, namun janganlah hal tersebut dijadikan tujuan utama, karena kriteria-kriteria itu hanya terbatas pada hal yang bersifat duniawi, sesuatu yang tidak kekal dan suatu saat akan menghilang. Lalu bagaimana solusinya ? Saudariku, sebagai seorang muslim, standar yang harus kita jadikan patokan adalah sesuatu yang sesuai dengan ketentuan syariat. Karena hanya dengan itu kebahagian hakiki akan tercapai, bukan hanya kebahagian dunia saja yang akan kita dapatkan, tapi kebahagiaan akhirat yang kekal pun akan kita nikmati jika kita mempunyai pasangan yang bisa diajak bekerjasama dalam ketaatan kepada Allah.

Diantara kriteria-kriteria yang hendaknya kita utamakan antara lain:
1. Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak yang baik, dengan hal tersebut ia diharapkan dapat melaksanakan kewajiban secara sempurna dalam membimbing keluarga, menunaikan hak istri, mendidik anak, serta memiliki tanggung jawab dalam menjaga kehormatan keluarga.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika datang melamar kepadamu orang yang engkau ridho agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dengannya, jika kamu tidak menerimanya, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Seorang laki-laki bertanya kepada Hasan bin Ali, “Saya punya seorang putri, siapakah kiranya yang patut jadi suaminya ?” Hasan bin Ali menjawab, “Seorang laki-laki yang bertaqwa kepada Allah, sebab jika ia senang ia akan menghormatinya, dan jika ia sedang marah, ia tidak suka zalim kepadanya.
2. Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang fasiq, yaitu orang yang rusak agama dan akhlaknya, suka berbuat dosa, dan lain-lain.
“Siapa saja menikahkan wanita yang di bawah kekuasaanya dengan laki-laki fasiq, berarti memutuskan tali keluarga.” (HR. Ibnu Hibban, dalam Adh-Dhu’afa & Ibnu Adi)
Ibnu Taimiyah berkata, “Laki-laki itu selalu berbuat dosa, tidak patut dijadikan suami. Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang salaf.”(Majmu Fatawa 8/242)
3. Laki-laki yang bergaul dengan orang-orang sholeh.
4. Laki-laki yang rajin bekerja dan berusaha, optimis, serta tidak suka mengobral janji dan berandai-andai.
5. Laki-laki yang menghormati orang tua kita.
6. Laki-laki yang sehat jasmani dan rohani.
7. Mau berusaha untuk menjadi suami yang ideal, diantaranya: Melapangkan nafkah istri dengan tidak bakhil dan tidak berlebih-lebihan; memperlakukan istri dengan baik, mesra, dan lemah lembut; bersendau gurau dengan istri tanpa berlebih-lebihan; memaafkan kekurangan istri dan berterima kasih atas kelebihannya; meringankan pekerjaan istri dalam tugas-tugas rumah tangga; tidak menyiarkan rahasia suami istri; memberi peringatan dan bimbingan yang baik jika istri lalai dari kewajibannya; memerintahkan istri memakai busana muslimah ketika keluar; menemani istri bepergian; tidak membawa istri ke tempat-tempat maksiat; menjaga istri dari segala hal yang dapat menimbulkan fitnah kepadanya; memuliakan dan menghubungkan silaturahim kepada orang tua dan keluarga istri; memanggil istri dengan panggilan kesukaannya; dan yang terpenting bekerjasama dengan istri dalam taat kepada Allah Ta’ala.
Satu hal yang perlu kita ingat saudariku, bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Jangan pernah membayangkan bahwa laki-laki yang sholeh itu tidak punya cacat & kekurangan. Tapi, satu hal yang tidak boleh kita tinggalkan adalah ikhtiar dengan mencari yang terbaik untuk kita, serta bertawakal kepada Allah dengan diiringi do’a.

Sabtu, Maret 01, 2008

6 langkah yang kita tempuh untuk meraih pertolongan Allah SWT ketika masalah menimpa kita

1. Segeralah bertaubat kepada Allah SWT.
Boleh jadi masalah yang menimpa kita adalah akibat dari maksiat yang kita perbuat sebagai teguran dari Allah. Maka perbanyaklah mohon ampun dengan beristighfar, minta maaf kepada siapa saja yang pernah kita zholimi dan bertekadlah untuk tidak mengulanginya lagi serta menjauhi hal hal yang akan kembali menjerumuskan kedalam kemaksiatan. Firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” ( QS. Ali ‘Imran ayat 133 )
2. Perbaiki kualitas Sholat kita.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” ( Qs. Al-Baqarah ayat 153 ).
Apabila seseorang dikaruniai kenikmatan dalam Sholat itu pertanda urusannya akan diselesaikan oleh Allah. Dari pada memikirkan masalahnya, lebih baik berfikir bagaimana agar bisa Sholat dengan Khusyu. Karena do’a yang paling utama dan sempurna adalah ketika Sholat dan setelah Sholat. Maka sempurnakanlah Sholat yang terbaik, Sholat yang berkualita
3. Bermunajat dan berdoa kepada Allah SWT.
Rahasia munajat dan doa yang baik adalah, kita tidak ada apa apanya sedangkan Allah segala galanya. Akui kekotoran diri dihadapan Allah yang Maha Suci. Akui kelemahan diri dihadapan yang Maha Gagah dan Maha Perkasa. Akui kebodohan diri dihadapan-Nya yang Maha Sempurna pengetahuan-Nya. Allah SWT berfirman: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raaf ayat 55)
4. Shadaqoh perubah dari satu taqdir ke taqdir yang lain.
Shadaqoh yang paling sempurna nilainya adalah memberikan apa yang paling dicintai. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS. Ali ‘Imran ayat 92 ).

Bagaimana agar mudah bershadaqoh….?
Caranya, yakinkan diri bahwa apapun yang kita miliki adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita untuk menolong kita sebagai solusi ketika ada masalah. merasa apa yang akan disedekahkan itu sebagai milik kita adalah sebab kita bersifat bakhil.
5. Memperbanyak dzikir.
Tentu saja dzikir tidak hanya dibibir semata, melainkan hati yang terpaut dengan dzikir lisannya. Dan bukan bilangan namun kualitas dari dzikirnya, yang membuat tergetarnya hati dan bertambahnya keimanan. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal ayat 2 )
6. Husnuzh-zhonn (baik sangka) kepada Allah SWT
Berprasangka baiklah kepada Allah bahwa pertolongan akan datang ketika kita memohon pertolongan kepada-Nya. Semangat dan optimislah ketika ada masalah karena Allah maha penolong hamba-Nya. Dan Allah sesuai dengan prasangka hamba kepada-Nya. Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman: “Ana ‘ inda Zhonni ‘abdii bii> Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”(Al-Hadit

Lalu bagaimana dengan ikhtiar kita…?
Apabila kita sudah mendekat kepada Allah dengan Taubat yang sungguh sungguh, Sholat yang berkualitas, munajat yang bulat keyakinan akan jaminan Allah, Shadaqoh terbaik dari yang kita miliki, berdzikir selalu dan hati yakin terhadap janji Allah SWT, maka sesulit apapun persoalan hidup kita pasti ada solusinya. Allah yang akan menuntun ikhtiar kita. “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Talaq ayat 2 – 3 )
Jadi…marilah kita perbaiki urusab dengan Allah SWT, Insya Allah urusan kita dibereskan-Nya. Itulah sekelumit kiat yang semoga bermanfaat dalam menikmati hidup, menghadapi persoalan dan merasakan indahnya kebersamaan dengan Allah SWT.

Ciri-ciri Orang yang IKHLAS



Seri Mutiara Al Hikam
Oleh Aa Gym

Syaikh Ahmad Ibnu Athaillah berkata dalam kitab Al Hikam,

Amal perbuatan itu sebagai kerangka yang tegak, sedang ruh (jiwa) nya adalah tempat terdapatnya rahasia ikhlas (ketulusan) dalam amal perbuatan

Bab tentang ikhlas adalah bab yang mutlak dan paling penting untuk dipahami dan diamalkan, karena amal yang akan diterima Allah SWT hanyalah amal yang disertai dengan niat ikhlas.

Tidaklah mereka diperintah kecuali agar berbuat ikhlas kepada Allah dalam menjalankan agama”.

Oleh karenanya, sehebat apapun suatu amal bila tidak ikhlas, tidak ada apa-apanya dihadapan Allah SWT, sedang amal yang sederhana saja akan menjadi luar biasa dihadapan Allah SWT bila disertai dengan ikhlas.
Tidaklah heran seandainya shalat yang kita kerjakan belum terasa khusyu, atau hati selalu resah dan gelisah dan hidup tidak merasa nyaman dan bahagia, karena kunci dari itu semua belum kita dapatkan, yaitu sebuah keikhlasan.

Ciri-ciri dari orang yang memiliki keikhlasan diantaranya :

1. Hidupnya jarang sekali merasa kecewa,
Orang yang ikhlas dia tidak akan pernah berubah sikapnya seandainya disaat dia berbuat sesuatu kebaikan ada yang memujinya, atau tidak ada yang memuji/menilainya bahkan dicacipun hatinya tetap tenang, karena ia yakin bahwa amalnya bukanlah untuk mendapatkan penilaian sesama yang selalu berubah tetapi dia bulatkan seutuhnya hanya ingin mendapatkan penilaian yang sempurna dari Allah SWT.

2.Tidak tergantung / berharap pada makhluk
Sayyidina ’Ali pun pernah berkata, orang yang ikhlas itu jangankan untuk mendapatkan pujian, diberikan ucapan terima kasih pun dia sama sekali tidak akan pernah mengharapkannya, karena setiap kita beramal hakikatnya kita itu sedang berinteraksi dengan Allah, oleh karenanya harapan yang ada akan senantiasa tertuju kepada keridhaan Allah semata.

3.Tidak pernah membedakan antara amal besar dan amal kecil
Diriwayatkan bahwa Imam Ghazali pernah bermimpi, dan dalam mimpinya beliau mendapatkan kabar bahwa amalan yang besar yang pernah beliau lakukan diantaranya adalah disaat beliau melihat ada seekor lalat yang masuk kedalam tempat tintanya, lalu beliau angkat lalat tersebut dengan hati-hati lalu dibersihkannya dan sampai akhirnya lalat itupun bisa kembali terbang dengan sehat. Maka sekecil apapun sebuah amal apabila kita kerjakan dengan sempurna dan benar-benar tiada harapan yang muncul pada selain Allah, maka akan menjadi amal yang sangat besar dihadapan Allah SWT.

4. Banyak Amal Kebaikan Yang Rahasia
Mungkin ketika kita mengaji dilingkungan orang banyak maka kita akan mengaji dengan enaknya, lama dan penuh khidmat, ketika kita shalat berjamaah apalagi sebagai imam kita akan berusaha khusyu dan lama, tapi apakah hal tersebut akan kita lakukan dengan kadar yang sama disaat kita beramal sendirian ? apabila amal kita tetap sama bahkan cenderung lebih baik, lebih lama, lebih enak dan lebih khusyuk maka itu bisa diharapkan sebagai amalan yang ikhlas. Namun bila yang terjadi sebaliknya, ada kemungkinan amal kita belumlah ikhlas.

5. Tidak membedakan antara bendera, golongan, ras, atau organisasi
Fitrah manusia adalah ingin mendapatkan pengakuan dan penilaian dari keberadaannya dan segala aktivitasnya, namun pengakuan dan penilaian makhluk, baik perorangan, organisasi atau instansi tempat kerja itu relatif dan akan senantiasa berubah, banyak orang yang pernah dianggap sebagai pahlawan namun seiring waktu berjalan adakalanya berubah menjadi sosok penjahat yang patut diwaspadai. Maka tiada penilaian dan pengakuan yang paling baik dan yang harus senantiasa kita usahakan adalah penilaian dan pengakuan dari Allah SWT.

Begitu besar pengaruh orang yang ikhlas itu, sehingga dengan kekuatan niat ikhlasnya mampu menembus ruang dan waktu. Seperti halnya apapun yang dilakukan, diucapkan, dan diisyaratkan Rasulullah, mampu mempengaruhi kita semua walau beliau telah wafat ribuan tahun yang lalu namun kita senantiasa patuh dan taat terhadap apa yang beliau sampaikan.

Bahkan orang yang ikhlas bisa membuat iblis (syaitan) tidak bisa banyak berbuat dalam usahanya untuk menggoda orang ikhlas tersebut. Ingatlah, apapun masalah kita kita janganlah hati kita sampai pada masalah itu, cukuplah hanya ikhtiar dan pikiran saja yang sampai pada masalah tersebut, tapi hati hanya tertambat pada Allah SWt yang Maha Mengetahui akan masalah yang kita hadapi tersebut.

Semoga Allah SWT membimbing kita pada jalan-Nya sehingga kita bisa menjadi hamba-Nya yang ikhlas. Amiin.