THANK' TO ALLAH SWT


اَللّهُمَّ اِنِّي اَعُوْ ذبِكَ مِنَ اْلهَمِّ وَاْلحَزَ نِ وَ اَ عُوْ ذ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوْذ بِكَ مِنَ اْلجُبْنِ واْلبُخْلِ وَأَعُوْذ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّ يْنِ وَ قَهْرِ الرِّ جَالِ

Jumat, Agustus 29, 2008

Menyongsong Jamuan ROMADHON

Oleh : Aa Gym
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"
(Q.S. Al-Baqarah [2]:183).

SEMOGA Allah memberikan umur kepada kita untuk bisa menikmati jamuan
Allah --bulan Ramadhan-- yang sangat spektakuler, yang membuat
orang-orang putus harapan bisa berharap, dan yang putus asa bisa
bangkit. Kalau Saudara begitu banyak mengalami kesulitan, seakan tidak
ada lagi harapan, maka Ramadhan adalah saat di mana Allah tidak akan
mengecewakan hamba-hamba- Nya. Karena itu, seharusnya kita bersimbah air
mata karena kerinduan yang mendalam ingin mendapatkan jaminan Allah SWT.

Ketika seorang dermawan yang mulia akhlaknya akan menjamu seseorang,
kita akan sangat bahagia karena dijamu oleh orang yang kita segani.
Apalagi ini jamuan dari pencipta alam semesta yang Mahatahu lumuran dosa
kita, yang Mahatahu segala derita dan harapan kita. Amatlah rugi andai
kata kita tidak termasuk orang yang merasa sangat ingin memasuki
Ramadhan ini dalam keadaan siap.

Khotbah Rasulullah

SAYA ingin mengutip sebuah hadis yang cukup panjang, yaitu khotbah
Rasulullah SAW menjelang bulan Ramadhan. Khotbah ini diriwayatkan Imam
Ali R.A.

"Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah yang
membawa berkah, rahmat, dan maghfirah, bulan yang paling mulia di sisi
Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama, malam-malam di
bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama, jam demi jamnya
adalah jam yang paling utama.

"Inilah bulan yang ketika engkau diundang menjadi tetamu Allah dan
dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu
menjadi ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah.
Bermohonlah kepada Allah, Rab-mu dengan hati yang tulus dan hati yang
suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan saum dan membaca kitab-Nya.
Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan
yang agung ini.

"Kenanglah rasa lapar dan hausmu sebagaimana kelaparan dan kehausan pada
hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakan
orangtuamu. Sayangilah yang muda. Sambungkanlah tali persaudaraan. Jaga
lidahmu. Tahan pandangan dari apa yang tidak halal kamu memandangnya.
Dan tahan pula pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu
mendengarkannya.

"Kasihilah anak-anak yatim, niscaya anak-anak yatim akan dikasihani
manusia. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah
tangan-tanganmu untuk berdoa di waktu salatmu karena saat itulah saat
yang paling utama ketika Allah Azza Wajalla memandang hamba-hamba- Nya
dengan penuh kasih. Dia menjawab ketika mereka menyeru-Nya, Dia
menyambut ketika mereka memanggil-Nya, dan Dia mengabulkan doa-doa
ketika mereka bermunajat kepada-Nya.

"Wahai manusia! Sesungguhnya diri kalian tergadai karena amal-amal
kalian, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat
karena beban dosamu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah, Allah SWT bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia
tidak akan mengazab orang-orang yang bersujud, tidak mengancam mereka
dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbul'alamin.

"Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi makan untuk berbuka
kepada kaum mukmin yang melaksanakan saum di bulan ini, maka di sisi
Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi
ampunan atas dosa-dosa yang lalu. Para sahabat bertanya, 'Kami semua
tidak akan mampu berbuat demikian.' Lalu Rasulullah melanjutkan
khotbahnya. Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan
sebiji kurma. Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan
setitik air.

"Wahai manusia! Barang siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini,
dia akan berhasil melewati shiraatalmustaqim, pada hari ketika kaki-kaki
tergelincir. Barang siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang
dimiliki tangan kanannya dan membantunya di bulan ini, maka Allah akan
meringankan pemeriksaannya di hari kiamat.

"Barang siapa yang menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan
murkanya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa yang memuliakan
anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakannya di hari berjumpa
dengan-Nya, dan barang siapa yang menyambungkan tali silaturahmi di
bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari dia
berjumpa dengan-Nya. Dan barang siapa yang memutuskan silaturahmi di
bulan ini, Allah akan memutuskan dia dari rahmat-Nya.

"Siapa yang melakukan salat sunat di bulan Ramadhan, Allah akan
menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barang siapa yang
melakukan salat fardu, baginya ganjaran seperti 70 salat fardu di bulan
yang lain.

"Barang siapa yang memperbanyak salawat kepadaku di bulan ini, Allah
akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan.
Barang siapa yang pada bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya
sama dengan mengkhatamkan Al-Quran di bulan-bulan yang lain.

"Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka
mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu.
Pintu-pintu neraka tertutup maka mohonkanlah kepada Rab-mu agar tidak
akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah
kepada Tuhanmu agar mereka tidak pernah lagi menguasaimu.

"Lalu Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib berdiri dan berkata: 'Ya
Rasulullah, amal apa yang paling utama di bulan ini.' Rasul yang mulia
menjawab, 'Ya Abul Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah
menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah SWT"

Persiapan

APA yang harus kita persiapkan menjelang bulan Ramadhan? Tampaknya,
mulai saat ini kita harus menjaga diri dari apa pun yang Allah haramkan.
Rasanya, tidak perlu kita menonton TV sampai larut malam. Lebih baik
kita isi dengan membaca Al-Quran atau berzikir. Bagaimana mungkin kita
membiarkan malam-malam kita diisi dengan tidur pulas sedangkan Allah
menyiapkan sepertiga malam terakhir menjadi saat yang disukai Allah.

Usahakanlah untuk mulai saum dari apa pun yang tidak disukai Allah.
Allah Maha Melihat perjuangan kita. Kita harus berupaya agar Allah Yang
Maha Menyaksikan benar-benar melihat diri kita menjadi orang yang
bersiap-siap menyambut jamuan Allah. Kita akan senang jikalau orang yang
akan kita jamu datang dalam keadaan siap.

Mulai saat ini, hindari telinga kita dari sesuatu yang tidak layak kita
dengar. Usahakan untuk sehemat mungkin berkata-kata yang tidak perlu.
Untuk apa menambah-nambah kekotoran diri dengan kata-kata yang tidak
berguna. Berkatalah benar atau diam, sehingga tiada terucap dari lisan
ini kecuali kata-kata yang disukai Allah.

Di samping itu, siapkan rumah kita menjadi rumah yang penuh berkah di
bulan Ramadhan. Kita harus mulai melihat, tidak ada yang haram di rumah
kita. Bukalah lemari kita, kalau ada yang diragukan segera keluarkan.
Lihatlah dapur kita, kalau ada barang yang kita ragukan segera
keluarkan. Jangan pernah kita dijamu Allah ketika pada diri kita melekat
pakaian yang haram.

Lihat perpustakaan kita, apakah masih ada buku-buku yang bukan milik
kita? Kalau ada segera kembalikan. Karena buat apa kita menyimpan
sesuatu yang tidak halal bagi kita. Sehingga semuanya bersih dari yang
haram. Bahkan selain bersih dari yang haram, kita bersihkan diri kita
dari sesuatu yang berlebihan. Kalau celana, sarung, pakaian, dan
kerudung kita terlalu banyak, segera keluarkan. Daripada tidak kita
pakai, lebih baik dimanfaatkan orang yang membutuhkan.

Sebelum Ramadhan tiba, bebaskan rumah kita dari hal yang sia-sia. Karena
siapa lagi yang kita cari keridhaannya selain Allah. Senangkah bila
rumah kita dipuji manusia tapi dibenci Allah?

Tidak usah takut kehabisan pakaian karena Allah-lah pemberi rezeki dan
tidak mungkin Allah melalaikan orang yang menafkahkan rezekinya di jalan
Allah. Yakinlah, Allah tidak akan pernah lupa membalasnya. Allah tahu
kapan kita membutuhkannya karena Dialah pengatur rezeki yang hakiki.

Ramadhan adalah saat di mana kita menjadi paling dermawan dalam hidup
kita sebagaimana Rasulullah menafkahkan rezekinya di bulan Ramadhan.
Tidak sulit bagi Allah untuk membalas setiap hamba-hamba- Nya.

Tidak ada salahnya kita berniat sungguh-sungguh di bulan Ramadhan karena
menginginkan jodoh, sepanjang kita ingin dijodohkan oleh Allah. Dialah
yang menyuruh kita menikah dan Dialah yang menciptakan kita
berpasang-pasangan, kepada siapa lagi kita meminta kalau bukan
kepada-Nya. Yang pasti, Allah tidak akan mengecewakan kalau kita
bersungguh-sungguh kepada-Nya.

Mulai sekarang, sembari membersihkan rumah, bersihkan pula pikiran dan
hati kita dari pikiran negatif. Jangan pernah berpikir benci kepada
seseorang karena bisa mengotori hati kita. Mulai saat ini, jadilah orang
yang pemaaf. Tidak ada lagi pikiran-pikiran untuk membalas dendam.

Mulai sekarang, latihlah untuk tidak celetak-celetuk asal bicara. Hujan
mau besar atau kecil tidak usah dikomentari. Tidak ada lagi kata-kata
yang membuat Allah tidak suka.

Alangkah bagusnya pabila kita minta maaf kepada orangtua menjelang bulan
Ramadhan. Ziarah ke makam orangtua kita bagi yang sudah meninggal. Minta
ampunlah kalau kita belum sungguh-sungguh membahagiakan orangtua kita.
Suami-istri juga ada baiknya saling meminta maaf. Tidak ada salahnya
minta maaf kepada orang yang lebih muda dari kita, termasuk kepada adik
dan anak-anak kita.

Yang sering zalim ke pembantunya segeralah minta maaf. Minta maaflah
dengan ikhlas. Insya Allah, dengan meminta maaf terlebih dulu, kita akan
lebih ringan memasuki Ramadhan. Sebaliknya, kita juga harus menjadi
pemaaf dengan segera memaafkan orang yang minta maaf kepada kita.

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan (Q.S. Ali Imran [3]:133-134) .

Menjelang Ramadhan, dekatkanlah segala sesuatu yang akan membuat kita
akrab dengan Allah. Selalu siapkan Al-Quran di tas, di meja kerja, dan
di kamar tidur agar kita bisa dengan mudah membacanya. Begitu juga
dengan buku-buku tentang keutamaan bulan Ramadhan. Sediakan juga
anggaran khusus untuk sedekah dan anggaran untuk berbuka bagi orang
lain. Satu butir kurma yang kita berikan untuk berbuka, pahalanya sama
dengan satu hari saum.

Buat juga daftar orang yang harus kita kunjungi, seperti kakek, nenek,
bibi, dan keluarga kita yang lainnya. Terutama keluarga kita yang sedang
berada di rumah sakit. Tiap detik harus jadi kebaikan. Tiada hari tanpa
silaturahmi. Termasuk silaturahmi kepada ulama. Kunjungi juga
orang-orang duafa yang sengsara dan dililit utang. Mudah-mudahan,
Ramadhan kita menjadi penebar rahmat kepada orang-orang yang duafa.

Bulan Ampunan

Nah sahabat. Kita tidak akan pernah berjumpa dengan kemudahan ampunan
kecuali di bulan Ramadhan ini. Sebanyak dan semelimpah apapun dosa kita,
sungguh Allah menjanjikan ampunan-Nya di bulan Ramadhan ini.

Kalau kita merasa berat hidup karena lumuran dosa dan maksiat, maka
ketahuilah ampunan Allah di bulan Ramadhan lebih dahsyat daripada
dahsyatnya dosa-dosa kita.

Kalau kita merasa jauh dari rahmat Allah, hidup gersang dan kering, maka
Ramadhan adalah sarana yang paling cepat untuk mendapatkan rahmat dari
Allah SWT.

Kalau kita dililit utang piutang, maka Allah adalah Dzat Mahakaya yang
menjanjikan terkabulnya doa dan dilunasinya apa yang kita butuhkan.
Karena itu sungguh sangat rugi andaikata kita tidak bergembira ria dan
tidak bersemangat dalam menghadapi bulan yang penuh berkah ini.

Ramadhan diawali dengan adzan berkumandang, maka itulah saat syetan
dibelenggu, dimulainya hitungan pahala amal yang berbeda, dibukanya
pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka.

Maka sudah selayaknya kita harus sangat bersungguh-sungguh berharap agar
Allah menjamu kita dengan menyiapkan diri menjadi orang yang layak
dijamu oleh Allah.

*** Arsip Artikel Humas DT Jakarta




Sabtu, Agustus 23, 2008

Kisah Islam Mantan Bintang Pop Terkenal ?Yusuf Islam?

Kisah seorang artis yang bernama Cat Stevens yang (alhamdulillah) menjadi seorang muslim, kemudian ia dipanggil dengan nama Yusuf Islam. Inilah kisahnya seperti yang ia ceritakan, kami menukilnya secara ringkas.

"Aku terlahir dari sebuah rumah tangga Nasrani yang berpandangan materialis. Aku tumbuh besar seperti mereka. Setelah dewasa, muncul kekagumanku melihat para artis yang aku saksikan lewat berbagai media massa sampai aku mengganggap mereka sebagai dewa tertinggi.
Lantas akupun bertekad mengikuti pengalaman mereka. Dan benar, ternyata aku menjadi salah seorang bintang pop terkenal yang terpampang di berbagai media massa. Pada saat itu aku merasa bahwa diriku lebih besar dari alam ini dan seolah-olah usiaku lebih panjang daripada kehidupan dunia dan seolah-olah akulah orang pertama yang dapat merasakan kehidupan seperti itu.

Namun pada suatu hari aku jatuh sakit dan terpaksa di opname di rumah sakit. Pada saat itulah aku mempunyai kesempatan untuk merenung hingga aku temui bahwa diriku hanya sepotong jasad dan apa yang selama ini aku lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasad. Aku menilai bahwa sakit yang aku derita merupakan cobaan ilahi dan kesempatan untuk membuka mataku. Mengapa aku berada disini? Apa yang aku lakukan dalam kehidupan ini?

Setelah sembuh, aku mulai banyak memperhatikan dan membaca seputar permasalahan ini, lantas aku membuat beberapa kesimpulan yang intinya bahwa manusia terdiri dari ruh dan jasad. Alam ini pasti mempunyai Ilah. Selanjutnya aku kembali ke gelanggang musik namun dengan gaya musik yang berbeda. Aku menciptakan lagu-lagu yang berisikan cara mengenal Allah. Ide ini malah membuat diriku semakin terkenal dan keuntungan pun semakin banyak dapat aku raih. Aku terus mencari kebenaran dengan ikhlas dan tetap berada di dalam lingkungan para artis. Pada suatu hari temanku yang beragama Nasrani pergi melawat ke masjidil Aqsha.

Ketika kembali, ia menceritakan kepadaku ada suatu keanehan yang ia rasakan di saat melawat masjid tersebut. Ia dapat merasakan adanya kehidupan ruhani dan ketenangan jiwa di dalamnya.

Hal ini berbeda dengan gereja, walau dipadati orang banyak namun ia merasakan kehampaan di dalamnya. Ini semua mendorongnya untuk membeli al-Qur'an terjemahan dan ingin mengetahui bagaimana tanggapanku terhadap al-Qur'an. Ketika aku membaca al-Qur'an aku dapati bahwa al-Qur'an mengandung jawaban atas semua persoalanku, yaitu siapa aku ini? Dari mana aku datang? Apa tujuan dari sebuah kehidupan? Aku baca al-Qur'an berulang-ulang dan aku merasa sangat kagum terhadap tujuan dakwah agama ini yang mengajak untuk menggunakan akal sehat, dorongan untuk berakhlak mulia dan akupun mulai merasakan keagungan Sang Pencipta.

Semakin kuat perasaan ini muncul dari jiwaku, membuat perasaan bangga terhadap diriku sendiri semakin kecil dan rasa butuh terhadap Ilah Yang Maha Berkuasa atas segalanya semakin besar di dalam relung jiwaku yang terdalam.

Pada hari Jum'at, aku bertekad untuk menyatukan akal dan pikiranku yang baru tersebut dengan segala perbuatanku. Aku harus menentukan tujuan hidup. Lantas aku melangkah menuju masjid dan mengumumkan keislamanku.

Aku mencapai puncak ketenangan di saat aku mengetahui bahwa aku dapat bermunajat langsung dengan Rabbku melalui ibadah shalat. Berbeda dengan agama-agama lain yang harus melalui perantara."

Demikianlah Yusuf Islam memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam ia tidak hanya duduk di tempat ibadah menyembah Allah yang telah menguasai hatinya dengan kecintaan, namun ia melakukan aktifitas untuk kemaslahatan agama ini. Ia ikut andil di dalam berbagai lembaga dan yayasan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan sosial. Semoga Allah memberinya ganjaran yang baik atas sumbangsih yang telah ia berikan kepada kita, agama Islam dan kaum muslimin. (alsofwah).

Ustadz Abdullah Shaleh Hadrami


Jumat, Agustus 22, 2008

ketika CINTA terLihaT

Cinta itu indah. Begitu para penyair mengatakan.
Hanya satu kata, tapi menyimpan beribu, bahkan lebih, makna. Sebuah rasa
yang begitu dalam, sehingga tidak dapat dilukiskan kecuali ketika
berada di dalamnya. Ya, cinta itu indah. Berada di ruang kehidupan yang
luas, sangat luas, bahkan melebih luasnya jagat raya ini. Tidak ada yang
dapat menampungnya dan merasakan ketulusannya kecuali jiwa yang
sederhana dan mau merasakan, menerima cinta apa adanya.

Cinta itu amanah, amanah yang tidak ringan. Amanah yang tidak mudah
dijaga dan dibawa kesuciannya hingga ke akhirat kelak. Bahkan ketika
menulis kata cinta ini pun terasa tidak mudah. Ya, karena cinta berasal
dariNya. Layaknya manusia yang diciptakan menjadi khalifah di bumi,
ketika bukit dan gunung tak mampu menerimanya, hanya manusia yang bisa
merasakannya.

Cinta itu tidak terlihat, karena para pecinta sejati hanya mengenal
satu pekerjaan besar dalam hidup mereka, memberi. Bahkan mungkin kita
sendiri tidak mengetahui bahwa cinta saat ini sedang memberi. Bahkan
mungkin kita sendiri tidak menyadari bahwa walau kita menyakiti, ia
akan
terus memberi. Terus memberi tanpa pernah terhenti. Kalau kita mencinta
seseorang dengan tulus, ukuran ketulusan dan kesejatian cinta kita
adalah
apa yang kita berikan padanya untuk membuat kehidupannya menjadi lebih
baik.

Kita adalah air, maka ia tumbuh dan
berkembang dari siraman air kita. Kita adalah matahari, maka ia besar dan berbuah dari sinar
cahaya kita. Apakah kita melihatnya? Seperti pohon tergantung dari siraman air dan cahaya matahari. Maka itu
ketergantungan produktif. Ketergantungan yang menghidupkan. Di garis
ini, cinta adalah cerita tentang seni menghidupkan hidup. Mereka
menciptakan kehidupan bagi orang-orang hidup. Karena itu, kehidupan yang
mereka bangun seringkali tidak disadari oleh orang-orang yang
menikmatinya. Tapi begitu sang pemberi pergi, mereka segera merasakan
kehilangan yang mendalam.

Cinta itu tidak terlihat, tapi tahukah kita untuk "melihatnya" ? Caranya
sederhana. Simak dulu pesan Umar bin Khattab RA, "Hanya ada satu
dari dua perasaan yang mungkin dirasakan oleh setiap orang pada saat
orang yang paling berarti atau pasangan hidupnya wafat, merasa bebas
dari beban hidup atau merasa kehilangan tempat bergantung."

Cinta itu tidak terlihat, dan terkadang baru "terlihat" ketika dalam
ketiadaan. Ketiadaan yang memberikan arti bahwa ia ada. Ketiadaan bahwa
baru saja kita kehilangan yang selama ini memberi arti kepada kita.
Ketiadaan yang telah memberikan kita hidup menjadi satu nafas dan
ketika kehilangannya kita serasa kehilangan separuh nafas kita. Ketiadaan
yang baru kita sadari setelah air mata menetes memberi kita arti hidup
yang jauh lebih berarti ketika bersama untuk mendekatiNya.

Maka, apakah ketika cinta terlihat, saat ia sudah pergi atau saat ia
masih ada? Kitalah yang menentukan. "Jangan tanya akal kita tentang
cinta itu apa.
Pastilah akal akan menunjukkan kekurangannya, dan cinta itu pun tak
akan terasa dan menyapa. Tapi tanyailah hati. Jika ia menjawab positif,
walau tak bulat, maka tugaskan akal mencari pembenarannya. "

"Karena cinta dan demi cinta langit dan bumi diciptakan, dan atas
dasarnya makhluk diwujudkan, demi cinta seluruh planet beredar dan
dengannya pula semua gerak mencapai tujuannya serta bersambung awal dan
akhirnya. Dengan cinta, semua jiwa meraih harapannya dan mendapatkan
idamannya serta terbebaskan dari segala yang meresahkannya. " Ibn Qayyim Al-Jauziyah.

Wallahu a'lam bish-shawab.




Rabu, Agustus 20, 2008

hadist DZIKIR 5&6

Hadist 6

Mushonif ibnu Abi Syaibah meriwatkan sabda Rasullah Saw :

Tidak ada seorang pun dari anak adam,
melainkan pada qalbunya ada dua rumah.

Di dalam satu dari keduanya dihuni malaikat,
sedang yang lainnya dihuni syetan.

Maka apabila ia berdzikir kepada Allah SWT,
syetan akan menyelinap pergi,
dan apabila ia tidak melakukan dzikir,
maka syetan meletakkan moncong mulutnya di dalam qalbu manusia
kemudian membisikan pengaruhnya.

Hadist Dzikir 5

Ibnu Abbas r.a, mengungkapkan :

Syetan itu mendekam di qalbu Bani Adam (manusia),
maka jika ia (manusia) lupa dan lalai (dari dzikir kepada Allah SWT),
syetan itu membisik-bisikan pengaruh buruknya,
tetapi jika manusia berdzikir,
maka syetan pun pergi tergesa-gesa.

Sabtu, Agustus 16, 2008

jangan TAKABUR karena TAWADHU'

"Siapa yang merasa dirinya tawadu', benar-benar dia telah takabbur. Sebab
tiadalah dia merasa tawadu' kalau bukan karena sifat tinggi darinya. Maka
kapan saja engkau merasa dirimu tinggi, maka engkau sudah benar-benar
takabur."
Tawadu' memang suatu sifat terpuji bagi orang-orang saleh. Merendahkan diri
(tawadu') adalah hasil dari ibadah. Merendahkan diri kepada Allah. Merasa
kecil dan rendah dihadapan Allah Rabbul 'Alamin. Kepada sesama hambapun
manusia harus tawadu', tidak angkuh dan ujub karena menjadi hamba Allah yang
taat menjalankan ibadah, dan patuh atas semua perintah dan larangan-Nya.
Merasa diri tawadu termasuk sifat yang angkuh (kibir). Apalagi sifat tawadu'
dipamerkan kepada orang lain, maka jadilah perbuatan ini riya'.
Sifat tawadu perlu dimiliki oleh setiap muslim yang saleh, akan tetapi
tempat tawadu' itu didalam hati. Kalau tawadu itu nampak diluar diri
seseorang, itulah akhlakul mahmudah. Karena tawadu' adalah termasuk akhlak
terpuji bagi manusia beriman.
Dalam pergaulan dengan sesama manusia, maka orang pun hendaknya memiliki
perasaan tawadu'. Sifat tawadu' akan menghindari manusia merasa lebih dari
yang lain. Merasa lebih salah, lebih kaya, lebih berderajat, dan berpangkat,
lebih cantik, lebih kuat, dan kelebihan lainnya. Merasa lebih membuat
manusia lebih angkuh. Sedangkan keangkuhan itu menurut hadits Rasulullah
SAW.: "Al-Kibru batrul haqqi wa gamtun nasi" (Sombong itu menolak kebenaran,
dan merendahkan manusia... (HR. Muslim)
Selanjutnya Syekh Ataillah mengatakan: "Bukanlah yang dinamakan tawadu' itu,
apabila orang yang tawadu' merasakan ia harus berada diatas apa yang ia
lakukan. Akan tetapi yang dinamakan tawadu' adlah orang yang ketika tawadu'
merasakan bahwa dia berada dibawah apa yang ia lakukan."
Menurut Syekh Asy-Syibli, orang yang merasa dirinya berharga, atau minta
dihargai, maka ia bukan orang yang tawadu'. Selama kita masih merasa ada
orang yang melebihi dirinya, maka sifat ini termasuk sifat sombong.
Sedangkan orang yang tawadu', umumnya sabar, tidak dendam, jauh dari emosi,
pandai menahan diri, tidak tamak, tidak merasa besar dan super.
Hamba Allah yang tawadu' tidak merasa memiliki kelebihan apapun, tidak
merasa kemuliaan. Tawadu' baginya adalah sifat dan watak yang harus dimiliki
oleh setiap muslim.
Syekh Ataillah mengingatkan: "Hakikat tawadu' adalah bertawadu'nya seseorang
karena melihat keagungan Allah dan sifat-sifat- Nya."
Sebenarnya tawadu' itu hanyalah sifat terpuji yang tersimpan dalam hazanah
kalbu seorang hamba Allah. Ia tidak menunjukkan sifat-sifatnya itu. Ia hanya
meneladani akhlak Rasulullah SAW. Ia sendiri tidak merasa memiliki sifat
tersebut, karena yang ia pakai dan tiru adalah sifat Rasulullah SAW.
Syekh Ahmad Ataillah menegaskan: "Tidak ada yang dapat mengeluarkan engkau
dari sifat angkuh, kecuali engkau memperhatikan sifat-sifat llah."
Kekuasaan Allah adalah sifat yang ada pada-Nya. Dia bersifat Maha Kuasa.
Selama manusia tidak memperhatikan sefat-sifat kemuliaan yang ada pada
Allah, selama itu pula ia merasa lebih dari manusia lainnya dan dengan sifat
itu ia telah takabur.
Sifat tawadu' patut dimiliki oleh setiap Muslim, karena sifat itu adalah
sifat yang diteladani dari sifat utama Nabi Muhammad SAW. Sifat ini adalah
bagian dari Akhlakul Mahmudah.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan, "Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan
kepadaku, agar bertawadu'lah kalian, sehingga tak seorangpun menyombongkan
dirinya kepada yang lain, atau seorang tiada menganiaya kepada yang
lainnya." (HR. Muslim)


Rabu, Agustus 13, 2008

kekuasaan ALLAH pada lalat

Semua kita pasti tahu, apa itu lalat! Ya, ia seekor makhluk Allah subhanahu wata’aala yang dikenal suka hinggap di tempat-tempat yang jorok dan banyak membawa penyakit/kuman. Sekalipun begitu, ia ada disebutkan di dalam al-Qur`an dan juga hadits nabawi. Lantas, apa keistimewaannya, sehingga Allah subhanahu wata’aala menyebut dan menyinggungnya? Adakah hikmah di balik itu? Bagaimana kedudukannya di dalam hadits nabi shallallahu ‘alahi wasallam? Adakah pernyataan ilmiah yang menunjukkan keistimewaannya? Melalui halaman yang singkat ini, Insya Allah subhanahu wata’aala kita akan menyinggung secara ringkas tema-tema tersebut.
Lalat di Dalam al-Qur`an

Lalat yang di dalam bahasa Arabnya, “adz-Dzubab” disinggung dalam satu ayat, yaitu ayat 73, surah al-Hajj. Allah subhanahu wata’aala berfirman, artinya, “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun. Walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS.al-Hajj: 73)

Dalam ayat ini terdapat seruan agar bertauhid kepada Allah subhanahu wata’aala dan kecaman terhadap kesyirikan dan orang-orang Musyrik. Sebagaimana dinyatakan Ibn Katsir rahimahullah dalam ayat ini Allah subhanahu wata’aala mengingatkan betapa hina-dinanya berhala-berhala itu dan betapa piciknya akal para penyembahnya.

Apa yang disembah orang-orang jahil dan musyrik itu diberi perumpamaan dengan sesuatu yang hina, yaitu seekor lalat. Bahwa sekalipun semua sesembahan mereka yang berupa berhala-berhala dan patung-patung itu berkumpul untuk menciptakan seekor lalat saja, benda-benda mati itu tidak akan pernah mampu melakukannya. Padahal apalah arti seekor lalat; makhluk yang sangat hina dan jorok. Bahkan, jangankan menciptakan, bila ada seekor lalat merampas sesuatu dari tubuhnya, berhala-berhala itu tak mampu untuk melindungi diri sendiri. Jadi alangkah lemah dan hinanya berhala-berhala itu, bilamana seekor lalat yang dikenal lemah dan jorok justeru lebih kuat darinya. Karena itu, keduanya sama-sama lemah, baik lalat maupun berhala-berhala itu.

Syaikh Abu Bakar al-Jaza`iri mengatakan, "Dibuatnya permisalan dengan seekor lalat itu merupakan sesuatu yang baik dalam bahasa Arab, karena dapat lebih mendekatkan kepada pemahaman."

Allah subhanahu wata’aala menyebutkan sesuatu di dalam al-Qur`an bukan asal sebut. Pasti ada nilai lebih dari apa yang disebutkan itu. Contohnya, Allah subhanahu wata’aala banyak bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya seperti matahari, waktu Dhuha, dan seterusnya. Itu semua karena apa yang dijadikan objek sumpah itu memiliki nilai lebih di sisi Allah subhanahu wata’aala. Dan terbukti secara ilmiah kemanfaatannya bagi alam semesta ini, tak terkecuali penyebutan seekor lalat.

Lalat di Dalam Hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam
Bilamana di dalam al-Qur`an hanya disebutkan dalam satu ayat saja, maka di dalam hadits nabi shallallahu ‘alahi wasallam penyebutannya lebih banyak. Salah satunya, terkait dengan adanya ‘dualisme’ dalam diri lalat itu. Artinya, di satu sisi pada dirinya itu terdapat racun, namun di sisi yang lain justru sebagai penawarnya alias pada kedua sayapnya.

Di antara hadits-hadits itu adalah sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Jika lalat terjatuh di minuman salah seorang di antara kamu, maka benamkanlah ia, kemudian lepaskanlah (buanglah), karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lainnya terdapat obat (penawar).” (HR. al-Bukhari)

Hadits mengenai hal ini cukup banyak dan dipaparkan dengan redaksi yang hampir mirip.

Sepintas, hadits ini bagi kelompok yang berlebihan dalam mengkultuskan akal, seperti kelompok Mu’tazilah dan para Orientalis, hadits ini dianggap irrasional (tidak masuk akal). Sebab menurut akal mereka, bagaimana mungkin dapat diterima kenyataan bahwa lalat yang menjijikkan itu memiliki penyakit (racun) sekaligus obat (penawar). Apalagi bila ia terjatuh pada minuman, maka harus dibenamkan semua badannya agar minuman tersebut dapat dikonsumsi lagi dan tidak membahayakan. Sungguh menjijikkan. !!

Tetapi realitasnya, hadits tersebut dari sisi kualitasnya adalah hadits yang shahih. Karena itu, tidak ada tempat dan alasan untuk menolaknya, sebab yang mengucapkannya adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam yang tidak mengatakan sesuatu kecuali berdasarkan wahyu Allah subhanahu wata’aala (QS. an-Najm:3).

Bagi orang beriman, bilamana telah terbukti secara valid dan kuat keshahihan kualitas suatu hadits, maka terlebih dulu ia harus meyakini kebenarannya, terlepas apakah ada hikmah di balik itu ataukah tidak! Hadits ini termasuk mukjizat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam dari sisi ilmiah. Lalu, apakah memang terbukti secara ilmiah demikian.?

Pernyataan Ilmiah Tentang Lalat
Seiring dengan perkembangan zaman dan majunya dunia ilmu pengetahuan, tampak jelaslah kebenaran hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tentang lalat. Dalam hal ini, dunia kedokteran berhasil membuktikan keilmiahan ucapan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam itu.

Prof.DR.Amin Ridha menjelaskan beberapa poin tentang kenyataan tersebut, di antaranya, “... Ketiga, tidak benar kalau dikatakan bahwa dunia kedokteran belum pernah mengadakan pengobatan suatu penyakit dengan menggunakan lalat. Lalat pernah digunakan sebagai obat bagi penyakit borok menahun dan paru (Frambosia Tropica), yang terjadi pada 30 tahun pertama abad ke-20, sebelum struktur kimia sulfa ditemukan.

Untuk keperluan itu, lalat dipelihara secara khusus. Penemuan membuktikan bahwa lalat mengandung virus pembunuh kuman (bakterial). Dari penelitian itu ditemukan, bahwa lalat di samping membawa kuman-kuman penyakit, ia juga membawa bakterial yang membunuh kuman-kuman. Penelitian ini terhenti karena di saat yang bersamaan, ditemukan struktur kimia sulfa.

Keempat, Hadits tentang lalat menginformasikan adanya sejenis racun pada lalat. Kenyataan ini baru ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern dua abad belakangan. Sebelumnya, bisa jadi orang tidak mempercayai kebenaran hadits tentang lalat ini. Jika sudah ditemukan bahwa lalat selain membawa penyakit, ia juga mengandung bakterial pembunuh kuman, maka ada beberapa hal yang perlu diketahui:
Tidak benar, kuman yang dibawa lalat berbahaya dan menyebabkan berbagai penyakit.

Tidak benar, banyaknya kuman yang dibawa oleh lalat cukup untuk menimbulkan penyakit bagi orang yang menelan kuman itu.

Tidak benar, tubuh manusia dapat terhindar sama sekali dari semua kuman berbahaya. Kalau seandainya begitu, justeru itulah yang sangat berbahaya bagi manusia. Sebab jika tubuh manusia berulang-ulang kemasukan kuman yang berbahaya dalam jumlah sedikit, maka kuman akan menjadi daya tahan terhadap kuman-kuman sejenisnya. Hadits tersebut memberikan informasi penting adanya kuman pada lalat, yang berlawanan dengan racun yang dibawanya. Ini membuktikan bahwa bakteri, virus dan kuman sejenisnya saling berperang dan saling mematikan; yang satu membunuh yang lain dengan jalan mengeluarkan zat beracun. Zat beracun ini yang kemudian digunakan sebagai bahan pengobatan yang lazim disebut antibiotika, seperti: Penicilin dan Cloromicitin. Dan ini bukan saja ada pada lalat, hampir semua binatang berbisa ternyata bisanya itu malah menjadi penyembuh, jika dijadikan sebagai obat. Segala sesuatu yang belum ditemukan dan belum diteliti oleh ilmu pengetahuan jangan
diramalkan. Tetapi penelitian harus dilakukan selengkap dan sesempurna mungkin dan tidak boleh dihentikan. Oleh karena itu, merupakan tindakan yang salah jika tergesa-gesa menilai ketidakrasionalan hadits tentang lalat ini tanpa bukti dari hasil penelitian ilmiah modern.”

Perlu diketahui, lalat hinggap pada barang-barang yang dipenuhi kuman-kuman, yang dapat menim-bulkan berbagai macam penyakit. Sebagian kuman itu berpindah
ke organ tubuh lalat, dan sebagian lainnya dimakan. Dari kuman-kuman ini terbentuk unsur toxine di dalam tubuhnya, yang menurut istilah medis disebut antibakteria. Dialah yang bertugas membunuh berbagai kuman penyakit. Kuman-kuman penyakit ini tidak mungkin bertahan hidup atau mempengaruhi tubuh manusia, selagi masih ada antibakteria, khususnya pada salah satu sayap lalat.

Karenanya, ia mampu mengarahkan bakteri ke arahnya, maka jika ada lalat yang jatuh pada makanan atau minuman, lalu kuman yang menempel pada sebagian organ tubuhnya berpindah ke makanan atau minuman, maka antibakteria yang juga dibawa lalat pada salah satu sayapnya akan bekerja membunuh kuman. Bila di sana ada penyakit, maka obatnya juga tidak akan jauh dari penyakit itu. Maka lalat tersebut dapat dibenamkan secara keseluruhan, baru kemudian dibuang. Hal ini sudah cukup untuk membunuh kuman yang dibawa lalat dan akan merusak kerja kuman tersebut. Selain itu, lalat bisa menyuburkan pembenihan kuman beberapa penyakit. Setelah beberapa saat kuman itu pun mati dan pengaruhnya tidak tampak. Kemudian dalam lalat itu terbentuk unsur yang membunuh kuman-kuman yang dinamakan anti-bakteria. Apabila inti lalat diletakkan pada larutan yang bersih, maka akan diketahui empat macam kuman yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, namun ada pula empat macam unsur
yang mampu membunuh empat macam kuman itu, wallahu a’lam.






Selasa, Agustus 12, 2008

cantik LAHIR & BATIN

Senantiasa tampil cantik dan menawan adalah dambaan setiap insan. Berbagai perawatan dilakukan demi meraih penampilan yang diinginkan. Dari metode tradisional hingga terapi yang paling mutakhir, banyak tersedia untuk mewujudkan impian tersebut. Aktivitas ini tidak hanya dilakukan kaum Hawa. Kaum Adam memiliki kecenderungan yang sama. Fenomena pria metroseksual adalah satu bukti.

Mengejar penampilan jasmani tidak disalahkan dalam agama. Selain merupakan fitrah yang manusiawi, Allah SWT pun menyenangi hambanya yang memerhatikan penampilan karena Ia Mahaindah dan mencintai keindahan.

Hanya saja, penampilan fisik ini bukanlah segala-galanya. Kecantikan fisik bisa memudar seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Maka, ada satu hal yang akan menjaga nilai kecantikan ini agar tidak pernah sirna, yaitu menghidupkan kecantikan rohani yang bersumber dari relung kesalehan hati.

Kecantikan rohani ini akan memancar jika pemiliknya mampu menjaga kebersihan hati dan menghilangkan penyakit-penyakitny a. Betapa besarnya peran dan fungsi hati dalam membentuk kepribadian. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW berujar, ''Ketahuilah di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh perbuatannya. Dan, apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh perbuatannya. Ketahuilah itu adalah hati.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan adalah buah akhlak yang dikendalikan oleh hati. Ketika seorang Muslim memahami hakikat hidup di dunia, hatinya akan segera bertindak untuk mempercantik diri dengan akhlak mulia sesuai tuntunan Rasulullah serta mencampakkan tindakan tercela berupa syirik, iri, dengki, dan takabur.

Untuk menghadirkan kecantikan rohani, kaum Muslim tidak perlu merogoh uang saku yang banyak untuk perawatan. Hanya perlu memperbanyak amal saleh dan menjauhi segala bentuk perbuatan maksiat dan menggantinya dengan dzikir pada Allah SWT.

Suatu ketika Ibnu Abbas mengatakan, ''Sesungguhnya amal kebaikan itu akan memancarkan cahaya dalam hati, membersitkan sinar pada wajah, kekuatan pada tubuh, kelimpahan dalam rezeki, dan menumbuhkan rasa cinta di hati manusia kepadanya.''

Apabila kita telah tersadar untuk mempercantik diri secara lahiriah dengan busana dan perawatan tubuh yang sesuai dengan aturan Allah SWT, mari kita sempurnakan dengan mempercantik mata hati kita agar lebih dicintai Allah SWT dan seluruh makhluknya.

(Agus Taufik Rahman )
Republika




Rabu, Agustus 06, 2008

di balik BENCANA

Hidup kadang seperti
petani yang berharap menanti hujan. Ketika awan gelap membumbung
menutup langit, halilintar menyambar-nyambar memecut bumi; ketakutan
pun muncul. Padahal, di balik gelapnya langit dan kilatan path, di
situlah tercurah hujan.

Di masa kekhalifahan
Umar bin Khaththab, pernah terjadi gempa besar. Orang-orang panik.
Korban pun berjatuhan. Beberapa saat setelah kejadian itu, Khalifah
menyampaikan pesannya. "Kalian suka melakukan bid’ah yang tidak ada
dalam Alquran, sunah Rasul, dan ijma (kesepakatan umum) para
sahabat Nabi, sehingga kemurkaan dan siksa Allah turun lebih cepat."
(Sunan Al-Baihaqi diriwayatkan dari Shafiyah binti Ubaid)

Ucapan itu begitu menarik. Tanpa tedeng
aling-aling, beliau r.a. langsung menghubungkan antara bencana dengan
dosa orang sekitarnya. Bagaimana mungkin sebuah negeri yang masih
banyak dihuni para sahabat Rasul yang saleh; dipimpin oleh Umar yang
begitu dekat dengan Rasul; bisa mendapat bencana karena kemaksiatan.

Pesan
Umar itu akan lebih terasa tajam jika bencana terjadi pada diri umat
saat ini. Tentu, dosa-dosa umat saat ini jauh lebih besar dibanding
zaman para sahabat Rasul. Di masa itu, nyaris tidak ada kemusyrikan.
Tidak ada perzinahan. Tidak ada korupsi dan penindasan. Sementara di
zaman ini, hampir semua potensi kebaikan tercemari limbah nafsu duniawi.
Bencana
menurut Umar bin Khaththab, walaupun di sekelilingnya banyak orang
saleh, terjadi karena pelanggaran terhadap nilai-nilai ajaran Islam.
Bencana adalah teguran Allah swt. agar hamba-hambanya bisa kembali
kepada kebenaran.

Di zaman Nabi Musa a.s.,
gempa juga dimaknai beliau sebagai teguran berat. Tujuh puluh orang
terpilih dikumpulkan Nabi Musa untuk melakukan pertaubatan. Seperti
itulah yang diungkapkan Al-quran dalam surah Al-A’raf ayat 155 hingga
156.

"Dan Musa memilih tujuh puluh orang
dari kaumnya untuk (memohon taubat kepada Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan. Ketika mereka ditimpa gempa bumi, Musa berkata, Ya
Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau binasakan mereka dan
aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang kurang berakal di antara kami? Itu hanyalah cobaan
dariMu. Engkau sesatkan, dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki
dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah
pemimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah
pemberi ampun yang terbaik.”

"Dan
tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan dikhirat. Sungguh kami
kembali (bertaubat) kepada Engkau. (Allah) berfirman, ‘Siksa-Ku akan
aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan; rahmat-Ku meliputi
segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang
bertakwa, yang menunaikan zakat dan orangorang yang beriman kepada
ayat-ayat Kami." (QS. 7: 155-156)

Di masa
Rasulullah saw. pernah terjadi bencana wabah. Aisyah r.a. menanyakan
soal wabah itu. Terutama, keadaan orang-orang beriman yang terjebak di
daerah bencana. Rasulullah saw. mengatakan bahwa wabah tha’un
merupakan siksa Allah yang dikirimkan kepada siapa saja yang
dikehendaki- Nya. Tetapi, Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi para
hamba-Nya yang beriman. Maka, seorang mukmin yang berada di daerah yang
kejangkitan wabah itu, jika sabar dan ikhlas karena ia mengerti tidak
akan terkena wabah itu kecuali kalau memang sudah ditakdirkan Allah
baginya, maka Allah akan mencatat baginya pahala seorang mati syahid.
(HR. Bukhari).

Bencana memang tidak akan
pilih kasih. Apakah di situ ada orang saleh atau penikmat maksiat.
Semua akan kena. Semua akan merasakan kedahsyatannya. Cuma bedanya,
orang kafir merasakannya sebagai azab. Sementara orang mukmin sebagai
rahmat Allah swt. Dengan catatan: sabar dan ikhlas.

Namun,
Allah swt. mengingatkan agar orang-orang beriman berupaya keras
melakukan perbaikan. Seorang mukmin tidak dibenarkan membiarkan
kemaksiatan membudaya di lingkungannya. Karena ketika siksa datang,
siapa pun akan terkena kedahsyatannya. Termasuk orangorang yang beriman.

Allah
swt. mengingatkan hal itu dengan sebutan fitnah. Firman Allah, swt.
dalam surah Al-Anfal ayat 25, "Dan peliharalah dirimu dari fitnah
(siksaan) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di
antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya."

Fitnah
memang punya beberapa arti. Ia bisa berarti siksaan seperti tersebut di
surah ke-85 ayat 10. Fitnah juga berarti ujian seperti di surah ke-29
ayat 2 dan 3: Juga berarti kemusyrikan, dalam surah ke-8 ayat 39, dan
lain-lain..

Ketika bencana sudah
terjadi,besar atau kecil, seorang mukmin harus bersikap positif. Ia
tidak mengeluh, apalagi menggugat: Allah tidak adil!" (QS. 89: 15-16)

Selalu
saja, semua yang Allah turunkan termasuk juga bencana akan punya
hikmah. Ada pelajaran di balik penderitaan seorang mukmin. Di sana ada
ampunan, teguran, solidaritas, juga pendidikan kesabaran dan
keikhlasan. Wallahu’alam




Selasa, Agustus 05, 2008

Rabi’ah al-Adawiyah Bagian 3

Orang-orang itu pun memahami keinginan Rabi’ah, sehingga mereka meneruskan perjalanannya. Rabi’ah terdiam dan kemudian menundukkan kepalanya sambil berdoa, “Ya Allah, apalagi yang akan Engkau lakukan dengan seorang perempuan asing dan lemah ini? Engkau-lah yang memanggilku ke rumah-Mu (Ka’bah), tetapi di tengah jalan Engkau mengambil keledaiku dan membiarkan aku seorang diri di tengah padang pasir ini.”

Setelah asyik bermunajat, di depan Rabi’ah tampak keledai yang semula mati itu pun hidup kembali. Rabi’ah tentu saja gembira karena bisa meneruskan perjalannya ke Mekkah.

Dalam cerita yang berbeda disebutkan, saat Rabi’ah berada di tengah padang pasir, ia berdoa, “Ya Allah, ya Tuhanku. Hatiku ini merasa bingung sekali, ke mana aku harus pergi? Aku hanyalah debu di atas bumi ini dan rumah itu (Ka’bah) hanyalah sebuah batu bagiku. Tampakkanlah wajah-Mu di tempat yang mulia ini.” Bgeitu ia berdoa sehingga muncul suara Allah dan langsung masuk ke dalam hatinya tanpa ada jarak, “Wahai Rabi’ah, ketika Musa ingin sekali melihat wajah-Ku, Aku hancurkan Gunung Sinai dan terpecah menjadi empat puluh potong. Tetaplah berada di situ dengan Nama-Ku.”

Diceritakan pula, saat Rabi’ah dalam perjalanannya ke Mekkah, tiba-tiba di tengah ia melihat Ka’bah datang menghampiri dirinya. Rabi’ah lalu berkata, “Tuhanlah yang aku rindukan, apakah artinya rumah ini bagiku? Aku ingin sekali bertemu dengan-Nya yang mengatakan, ‘Barangsiapa yang mendekati Aku dengan jarak sehasta, maka Aku akan berada sedekat urat nadinya.’ Ka’bah yang aku lihat ini tidak memiliki kekuatan apa pun terhadap diriku, kegembiraan apa yang aku dapatkan apabila Ka’bah yang indah ini dihadapkan pada diriku?” Singkat cerita, sekembalinya Rabi’ah dari menunaikan ibadah haji di Mekkah, ia kemudian menetap di Basrah dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk beribadah kepada Allah seraya melakukan perbuatan-perbuatan mulia.

Sebagaimana yang banyak ditulis dalam biografi Rabi’ah al-Adawiyah, wanita suci ini sama sekali tidak memikirkan dirinya untuk menikah. Sebab, menurut Rabi’ah, jalan tidak menikah merupakan tindakan yang tepat untuk melakukan pencarian Tuhan tanpa harus dibebani oleh urusan-urusan keduniawian. Padahal, tidak sedikit laki-laki yang berupaya untuk mendekati Rabi’ah dan bahkan meminangnya. Di antaranya adalah Abdul Wahid bin Zayd, seorang sufi yang zuhud dan wara. Ia juga seorang teolog dan termasuk salah seorang ulama terkemuka di kota Basrah.

Suatu ketika, Abdul Wahid bin Zayd sempat mencoba meminang Rabi’ah. Tapi lamaran itu ditolaknya dengan mengatakan, “Wahai laki-laki sensual, carilah perempuan sensual lain yang sama dengan mereka. Apakah engkau melihat adanya satu tanda sensual dalam diriku?”

Laki-laki lain yang pernah mengajukan lamaran kepada Rabi’ah adalah Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang Amir Abbasiyah dari Basrah (w. 172 H). Untuk berusaha mendapatkan Rabi’ah sebagai istrinya, laki-laki itu sanggup memberikan mahar perkawinan sebesar 100 ribu dinar dan juga memberitahukan kepada Rabi’ah bahwa ia masih memiliki pendapatan sebanyak 10 ribu dinar tiap bulan. Tetapi dijawab oleh Rabi’ah, ”Aku sungguh tidak merasa senang bahwa engkau akan menjadi budakku dan semua milikmu akan engkau berikan kepadaku, atau engkau akan menarikku dari Allah meskipun hanya untuk beberapa saat.”

Dalam kisah lain disebutkan, ada laki-laki sahabat Rabi’ah bernama Hasan al-Bashri yang juga berniat sama untuk menikahi Rabi’ah. Bahkan para sahabat sufi lain di kota itu mendesak Rabi’ah untuk menikah dengan sesama sufi pula. Karena desakan itu, Rabi’ah lalu mengatakan, “Baiklah, aku akan menikah dengan seseorang yang paling pintar di antara kalian.” Mereka mengatakan Hasan al-Bashri lah orangnya.” Rabi’ah kemudian mengatakan kepada Hasan al-Bashri, “Jika engkau dapat menjawab empat pertanyaanku, aku pun akan bersedia menjadi istrimu.” Hasan al-Bashri berkata, “Bertanyalah, dan jika Allah mengizinkanku, aku akan menjawab pertanyaanmu.”

“Pertanyaan pertama,” kata Rabi’ah, “Apakah yang akan dikatakan oleh Hakim dunia ini saat kematianku nanti, akankah aku mati dalam Islam atau murtad?” Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui yang dapat menjawab.”

“Pertanyaan kedua, pada waktu aku dalam kubur nanti, di saat Malaikat Munkar dan Nakir menanyaiku, dapatkah aku menjawabnya?” Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.”

“Pertanyaan ketiga, pada saat manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar di Hari Perhitungan (Yaumul Hisab) semua nanti akan menerima buku catatan amal di tangan kanan dan di tangan kiri. Bagaimana denganku, akankah aku menerima di tangan kanan atau di tangan kiri?” Hasan kembali menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Tahu.”

“Pertanyaan terakhir, pada saat Hari Perhitungan nanti, sebagian manusia akan masuk surga dan sebagian lain masuk neraka. Di kelompok manakah aku akan berada?” Hasan lagi-lagi menjawab seperti jawaban semula bahwa hanya Allah saja Yang Maha Mengetahui semua rahasia yang tersembunyi itu.

Selanjutnya, Rabi’ah mengatakan kepada Hasan al-Bashri, “Aku telah mengajukan empat pertanyaan tentang diriku, bagaiman aku harus bersuami yang kepadanya aku menghabiskan waktuku dengannya?” Dalam penolakannya itu pula, Rabi’ah lalu menyenandungkan sebuah sya’ir yang cukup indah.

Damaiku, wahai saudara-saudaraku,
Dalam kesendirianku,
Dan kekasihku bila selamanya bersamaku,
Karena cintanya itu,
Tak ada duanya,
Dan cintanya itu mengujiku,
Di antara keindahan yang fana ini,
Pada saat aku merenungi Keindahan-Nya,
Dia-lah “mirabku”, Dia-lah “kiblatku”,
Jika aku mati karena cintaku,
Sebelum aku mendapatkan kepuasaanku,
Amboi, alangkah hinanya hidupku di dunia ini,
Oh, pelipur jiwa yang terbakar gairah,
Juangku bila menyatu dengan-Mu telah melipur jiwaku,
Wahai Kebahagiaanku dan Hidupku selamanya,
Engkau-lah sumber hidupku,
Dan dari-Mu jua datang kebahagiaanku,
Telah kutanggalkan semua keindahan fana ini dariku,
Harapku dapat menyatu dengan-Mu,
Karena itulah hidup kutuju.

Begitulah, meskipun sebagai manusia, Rabi’ah tak pernah tergoda sedikit pun oleh berbagai keindahan dunia fana. Sampai wafatnya, ia hanya lebih memilih Allah sebagai Kekasih sejatinya semata ketimbang harus bercinta dengan sesama manusia. Meskipun demikian, disebutkan bahwa Rabi’ah memiliki sejumlah sahabat pria, dan sangat sedikit sekali ia bersahabat dengan kaum perempuan. Di antara sahabat-sahabat Rabi’ah yang cukup dekat misalnya Dzun Nun al-Mishri, seorang sufi Mesir yang memperkenalkan ajaran doktrin ma’rifat. Sufi ini meninggal pada tahun 856 M dan sempat bersahabat dengan Rabi’ah selama kurang lebih setengah abad. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa pertemuan antara Dzun Nun al-Mishri dengan Rabi’ah ini terjadi sejak awal-awal usianya.

Di kalangan para sahabat sufi-nya itu, Rabi’ah banyak sekali berdiskusi dan berbincang tentang Kebenaran, baik siang maupun malam. Salah seorang sahabat Rabi’ah, Hasan al-Bashri, misalnya menceritakan: “Aku lewati malam dan siang hari bersama-sama dengan Rabi’ah, berdiskusi tentang Jalan dan Kebenaran, dan tak pernah terlintas dalam benakku bahwa aku adalah seorang laki-laki dan begitu juga Rabi’ah, tak pernah ada dalam pikirannya bahwa ia seorang perempuan, dan akhirnya aku menengok dalam diriku sendiri, baru kusadari bahwa diriku tak memiliki apa-apa, yaitu secara spiritual aku tidak berharga, Rabi’ah-lah yang sesungguhnya sejati.

Dalam kisah lain, diceritakan bahwa pada suatu hari Rabi’ah melewati lorong rumah Hasan al-Bashri. Hasan melihatnya melalui jendela dan menangis, hingga air matanya jatuh menetes mengenai jubah Rabi’ah. Ia menengadah ke atas, dan berpikir bahwa hari tidaklah hujan, dan ketika ia menyadari bahwa itu air mata sahabatnya, lalu dihampirinya sahabat yang sedang menangis tersebut seraya berkata, “Wahai guruku, air itu hanyalah air mata kesombongan diri saja dan bukan akibat dari melihat ke dalam hatimu, di mana dalam hatimu air itu akan membentuk sungai yang di dalamnya tidak akan engkau dapati lagi hatimu, kecuali ia telah bersama dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.” Setelah mendengar kata-kata Rabi’ah itu, Hasan tampak hanya bisa berdiam diri.

Di kalangan para sahabatnya, kehidupan Rabi’ah dirasakan banyak memberi manfaat. Hal ini dikarenakan Rabi’ah banyak sekali memperhatikan kehidupan mereka. Perhatian Rabi’ah yang cukup besar kepada para sahabatnya itu, misalnya saja dibuktikan dengan kisah sebagai berikut: Suatu ketika, ada seorang laki-laki yang meminta agar Rabi’ah mendoakan untuk dirinya. Tapi permohonan itu dibalas oleh Rabi’ah dengan rasa rendah hati, “Wahai, siapakah diriku ini? Turutlah perintah Allah dan berdoalah kepada-Nya, sebab Dia akan menjawab semua doa bila engkau memohonnya.”