THANK' TO ALLAH SWT


اَللّهُمَّ اِنِّي اَعُوْ ذبِكَ مِنَ اْلهَمِّ وَاْلحَزَ نِ وَ اَ عُوْ ذ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوْذ بِكَ مِنَ اْلجُبْنِ واْلبُخْلِ وَأَعُوْذ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّ يْنِ وَ قَهْرِ الرِّ جَالِ

Sabtu, Agustus 16, 2008

jangan TAKABUR karena TAWADHU'

"Siapa yang merasa dirinya tawadu', benar-benar dia telah takabbur. Sebab
tiadalah dia merasa tawadu' kalau bukan karena sifat tinggi darinya. Maka
kapan saja engkau merasa dirimu tinggi, maka engkau sudah benar-benar
takabur."
Tawadu' memang suatu sifat terpuji bagi orang-orang saleh. Merendahkan diri
(tawadu') adalah hasil dari ibadah. Merendahkan diri kepada Allah. Merasa
kecil dan rendah dihadapan Allah Rabbul 'Alamin. Kepada sesama hambapun
manusia harus tawadu', tidak angkuh dan ujub karena menjadi hamba Allah yang
taat menjalankan ibadah, dan patuh atas semua perintah dan larangan-Nya.
Merasa diri tawadu termasuk sifat yang angkuh (kibir). Apalagi sifat tawadu'
dipamerkan kepada orang lain, maka jadilah perbuatan ini riya'.
Sifat tawadu perlu dimiliki oleh setiap muslim yang saleh, akan tetapi
tempat tawadu' itu didalam hati. Kalau tawadu itu nampak diluar diri
seseorang, itulah akhlakul mahmudah. Karena tawadu' adalah termasuk akhlak
terpuji bagi manusia beriman.
Dalam pergaulan dengan sesama manusia, maka orang pun hendaknya memiliki
perasaan tawadu'. Sifat tawadu' akan menghindari manusia merasa lebih dari
yang lain. Merasa lebih salah, lebih kaya, lebih berderajat, dan berpangkat,
lebih cantik, lebih kuat, dan kelebihan lainnya. Merasa lebih membuat
manusia lebih angkuh. Sedangkan keangkuhan itu menurut hadits Rasulullah
SAW.: "Al-Kibru batrul haqqi wa gamtun nasi" (Sombong itu menolak kebenaran,
dan merendahkan manusia... (HR. Muslim)
Selanjutnya Syekh Ataillah mengatakan: "Bukanlah yang dinamakan tawadu' itu,
apabila orang yang tawadu' merasakan ia harus berada diatas apa yang ia
lakukan. Akan tetapi yang dinamakan tawadu' adlah orang yang ketika tawadu'
merasakan bahwa dia berada dibawah apa yang ia lakukan."
Menurut Syekh Asy-Syibli, orang yang merasa dirinya berharga, atau minta
dihargai, maka ia bukan orang yang tawadu'. Selama kita masih merasa ada
orang yang melebihi dirinya, maka sifat ini termasuk sifat sombong.
Sedangkan orang yang tawadu', umumnya sabar, tidak dendam, jauh dari emosi,
pandai menahan diri, tidak tamak, tidak merasa besar dan super.
Hamba Allah yang tawadu' tidak merasa memiliki kelebihan apapun, tidak
merasa kemuliaan. Tawadu' baginya adalah sifat dan watak yang harus dimiliki
oleh setiap muslim.
Syekh Ataillah mengingatkan: "Hakikat tawadu' adalah bertawadu'nya seseorang
karena melihat keagungan Allah dan sifat-sifat- Nya."
Sebenarnya tawadu' itu hanyalah sifat terpuji yang tersimpan dalam hazanah
kalbu seorang hamba Allah. Ia tidak menunjukkan sifat-sifatnya itu. Ia hanya
meneladani akhlak Rasulullah SAW. Ia sendiri tidak merasa memiliki sifat
tersebut, karena yang ia pakai dan tiru adalah sifat Rasulullah SAW.
Syekh Ahmad Ataillah menegaskan: "Tidak ada yang dapat mengeluarkan engkau
dari sifat angkuh, kecuali engkau memperhatikan sifat-sifat llah."
Kekuasaan Allah adalah sifat yang ada pada-Nya. Dia bersifat Maha Kuasa.
Selama manusia tidak memperhatikan sefat-sifat kemuliaan yang ada pada
Allah, selama itu pula ia merasa lebih dari manusia lainnya dan dengan sifat
itu ia telah takabur.
Sifat tawadu' patut dimiliki oleh setiap Muslim, karena sifat itu adalah
sifat yang diteladani dari sifat utama Nabi Muhammad SAW. Sifat ini adalah
bagian dari Akhlakul Mahmudah.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan, "Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan
kepadaku, agar bertawadu'lah kalian, sehingga tak seorangpun menyombongkan
dirinya kepada yang lain, atau seorang tiada menganiaya kepada yang
lainnya." (HR. Muslim)