THANK' TO ALLAH SWT


اَللّهُمَّ اِنِّي اَعُوْ ذبِكَ مِنَ اْلهَمِّ وَاْلحَزَ نِ وَ اَ عُوْ ذ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوْذ بِكَ مِنَ اْلجُبْنِ واْلبُخْلِ وَأَعُوْذ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّ يْنِ وَ قَهْرِ الرِّ جَالِ

Sabtu, Mei 10, 2008

HATI2 dengan PUJIAN

Oleh: Muhammad Nuh

"Orang yang diajak musyawarah (dimintai pendapat)
adalah ya meang bismegang amanat (dapat menyimpan rahasia)." (HR.
Athabrani)

Maha Sayang Allah yang telah menganugerahkan hidayah pada hati-hati
yang tunduk. Ruang hati pun terpenuhi cahaya iman. Kilauannya bisa
meleburkan kesombongan, kekikiran, dan benci. Dari hati inilah,
rahasia hamba-hamba Allah terjaga dan terawat.

Kelengahan terjadi ketika orang banyak bicara

Tak ada yang salah dari orang yang banyak bicara. Selama yang
dibicarakan berisi nasihat, dakwah, pengajaran; bicara justru jadi
ibadah. Tapi ketika bicara tak lagi punya isi: canda, obrolan kosong,
dan lain-lain; bicara bisa memunculkan fitnah. Dan salah satu fitnah
itu, terungkapnya rahasia. Bisa rahasia pribadi, keluarga, bahkan
organisasi.

Rasulullah saw. pernah memberi nasihat agar seorang mukmin senantiasa
bicara yang baik-baik. Atau, diam. Inilah sebuah pelajaran bahwa lidah
bisa memunculkan kesalahan fatal. Ketika orang tak lagi mampu
mengendalikan syahwat bicaranya, berbagai kesalahan termasuk
terungkapnya rahasia bisa muncul begitu saja. Ringan. Tanpa beban.

Ketika orang tak lagi sungkan bicara yang remeh temeh, gosip; maka aib
bisa terbaca pendengar dengan mudah. Bisa aib diri sendiri, isteri,
orang tua, tetangga, dan lain-lain.

Biasanya, orang yang terlalu banyak bicara rentan keceplosan. Begitu
rentan membeberkan sebuah rahasia dan aib yang tabu untuk diungkapkan.
Dengan kata lain, banyak bicara nyaris bisa sama dengan kurang amanah.

Rasulullah saw. pernah memberi nasihat, "Barangsiapa banyak bicara
maka banyak pula salahnya dan barangsiapa banyak salah maka banyak
pula dosanya. Siapa yang banyak dosanya maka api neraka lebih utama
baginya." (HR Athabrani)

Kelengahan terjadi ketika orang haus pujian

Pujian dalam takaran tertentu memang punya pengaruh baik. Dalam
manajemen, ada istilah punish and reward: hukuman dan penghargaan.
Sebuah kesalahan akan cepat terkikis jika ada hukuman. Dan sebaliknya,
sebuah prestasi akan terus meningkat jika ada penghargaan. Dan
penghargaan inilah sebagai bentuk lain dari pujian.

Masalah akan muncul jika pujian bukan lagi sebagai sarana. Tapi,
tujuan. Pujian jenis ini bisa dibilang sebagai penyakit. Apa pun bisa
dikorbankan asal bisa dapat pujian. Biasanya, orang yang rawan
terhinggap penyakit ini mereka yang tergolong orang `besar', jenius,
kaya, pejabat, dan sebagainya. Rasulullah saw. mengatakan,
"Berhati-hatilah dengan pujian. Sesungguhnya itu adalah
penyembelihan. " (HR. Al-Bukhari)

Orang yang cinta pujian selalu ingin terlihat tampil lebih. Termasuk
saat menyampaikan gagasan, usulan, dan sejenisnya. Karena terdorong
ingin terlihat lebih, tidak heran jika sesuatu yang sebenarnya
tergolong rahasia bisa keluar begitu saja. Tanpa beban.

Di satu sisi, orang memang akan menilainya lebih. Dan pujian pun
mengalir. Tapi, ada kelemahan yang mudah terbaca: "Berikan saja
pujian, dia akan memberikan apa pun yang Anda minta."

Salah satu yang membuat takluk Abu Sufyan saat pengepungan Mekah
adalah isi pengumuman Rasul. "Siapa yang masuk Masjidil Haram, ia
aman. Dan siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, ia juga aman." Dan itu
salah satu bentuk pujian.

Sedemikian dahsyatnya pengaruh pujian, Rasulullah saw. pernah
mengatakan, "Taburkanlah pasir ke wajah orang-orang yang suka memuji
dan menyanjung-nyanjung ." (HR. Muslim)

Kelengahan terjadi ketika orang dangkal pemahaman

Semakin paham seseorang, kian sangat berhati-hati dalam melangkah.
Sebaliknya, kian dangkal pemahaman seseorang, semakin sembrono
mengambil pilihan. Inilah standar penilaian yang bisa diambil.

Karena itu, jangan pernah titipkan rahasia ke orang yang dangkal
pemahaman. Karena rahasia akan sangat gampang bocor dan menyebar.
Bahkan mungkin, karena dangkalnya pemahaman, si pembocor sendiri tidak
menyadari kalau ia sedang melakukan pembocoran.

Sebuah ucapan Rasulullah saw. tentang orang bodoh yang mengumbar aib
sendiri mungkin patut disimak. Beliau saw. mengatakan, "Semua umatku
diampuni kecuali yang berbuat (keji) terang-terangan. Yaitu yang
melakukannya pada malam hari lalu ditutup-tutupi oleh Allah, tetapi
esok paginya dia membeberkan sendiri dengan berkata, `Hai Fulan, tadi
malam aku berbuat begini…begini. ' Dia membuka tabir yang telah disekat
oleh Allah Azza wajalla." (HR. Mutafaq `alaih)

Kelengahan terjadi ketika lingkungan kurang menghargai nilai kebaikan

Ini mungkin agak lain. Karena terungkapnya sebuah aib atau rahasia
bukan sekadar dari dalam diri. Tapi, dari lingkungan. Orang yang
amanah dalam rahasia kadang bisa larut dengan lingkungan yang
menganggap sudah tidak punya rahasia. Mereka begitu mudah membuka
rahasia orang lain.

Bahkan dalam dunia politik, membongkar rahasia orang lain bisa
dianggap prestasi. Karena di situlah lawan bisa terjungkal. Padahal,
orang lain pun sedang menunggu kesempatan. Suatu saat, rahasia bisa
dibuka secara bersama-sama. Kalau saya jatuh, dia pun harus terjungkal.

Rasulullah saw. menasihati kita untuk tidak seperti itu. Beliau saw.
bersabda, "Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah. Jika seorang
membongkar keburukan yang diketahuinya pada dirimu janganlah kamu
membongkar keburukan yang kamu ketahui ada pada dirinya." (HR. Ahmad
dan Attirmidzi)